F16 Fighting Falcon TNI AU |
Perubahan
Doktrin Militer
Oleh : Mayor CZI Budiman S. Pratomo
Perlu diingat adalah bahwa doktrin
militer bukan falsafah, dogma ataupun ajaran-ajaran yang sifatnya abadi.
Doktrin militer bersifat dinamis, karena doktrin tersebut berkembang sesuai
dengan perkembangan politik, perkembangan teknologi, perkembangan kemajuan
militer, dan perkembangan ekonomi. Dengan demikian doktrin militer memang harus
dikembangkan dan dikaji ulang sesuai dengan tuntutan yang harus dihadapi.
Ada dua hal pokok dari sambutan Presiden
Megawati Soekarnoputri pada upacara peringatan Hari TNI ke-56 di Pangkalan
Udara Halim Perdana Kusuma, Jum’at (5 Oktober 2001). Pertama, dalam kehidupan
politik ternyata suasana saling mempercayai masih goyah. Kedua, pimpinan TNI
perlu mengkaji ulang doktrin-doktrin yang selama ini dipergunakan, yang kutipan
lengkapnya sebagai berikut “Tinjaulah doktrin yang dipergunakan selama ini, dan
kembangkanlah doktrin baru yang lebih baik untuk dikembangkan pada masa yang
akan datang”.
Kedua hal pokok tersebut tentu
merupakan hasil pengkajian terhadap evaluasi peran politik TNI selama ini serta
suasana kehidupan politik bangsa Indonesia selama puluhan tahun terakhir yang
belum mengacu kepada wawasan kenegaraan seperti dirumuskan oleh para pendiri
bangsa ini. Hal ini ditunjukan oleh kenyataan akhir-akhir ini bahwa kebersamaan
kita sebagai bangsa menghadapi ancaman perpecahan oleh kekerasan dan
kefanatikan ideologis.
Usulan Presiden agar TNI melakukan
perubahan doktrin masih perlu diperjelas karena pengertian doktrin yang
berkaitan dengan TNI sangat luas. Hal ini penting karena pada dasarnya doktrin
pada level tertentu memang harus ditinjau dan dikembangkan sesuai dengan
perkembangan keadaan. Disamping itu doktrin militer yang tepat akan sangat
menentukan profesionalisme militer. Hal ini selaras dengan yang digariskan
dalam kebijakan PEEM (Profesional, Efektif, Efisien dan Modern).
Pengertian Doktrin
Dalam pengertian yang umum digunakan,
istilah doktrin berarti sesuatu yang diajarkan/ pengajaran atau bahkan diperjelas
secara khusus sebagai sesuatu yang diyakini kebenarannya dan dianggap sebagai
suatu pegangan/pedoman dalam rangka pelaksanaan tugas/pencapaian tujuan. Memang
belum ada pengertian doktrin secara formal yang dapat diterima secara umum.
Dari sisi militer doktrin dipandang sebagai sesuatu yang berkaitan dengan
strategi dan taktik. Namun demikian untuk menyamakan persepsi tentang doktrin
terutama yang berkaitan dengan militer kita dapat mengacu pada pengertian yang
dicantumkan dalam NATO Glossary and Military Terms yaitu “Fundamental
principles by which the military forces guide their actions in support of
objectives. It is authoritative but requires judgement in application”.
Dengan menggunakan definisi tersebut
maka doktrin militer lebih terfokuskan pada aspek strategi dan taktik. Perlu
diingat adalah bahwa doktrin militer bukan falsafah, dogma ataupun
ajaran-ajaran yang sifatnya abadi. Doktrin militer bersifat dinamis, karena
doktrin tersebut berkembang sesuai dengan perkembangan politik, perkembangan teknologi,
perkembangan kemajuan militer, dan perkembangan ekonomi. Dengan demikian
doktrin militer memang harus dikembangkan dan dikaji ulang sesuai dengan
tuntutan yang harus dihadapi.
Tataran Doktrin
Secara umum doktrin dapat dikelompokan
menjadi doktrin yang sifatnya strategis (strategik doctrine), doktrin yang
bersifat taktis (tactical doctrine) serta doktrin yang berkaitan dengan
implementasi strategi/taktik (operational doctrine). Doktrin strategis
merupakan doktrin tentang strategi militer dalam berkaitan dengan pertahanan
suatu negara, serta strategi mandala. Doktrin taktis merupakan doktrin tentang
taktik pertempuran dalam lingkup palagan termasuk pedoman ataupun prosedur yang
sifatnya teknis. Sedangkan doktrin operasional adalah doktrin yang berisi
pelaksanaan dari strategi atau taktik yang tercantum dalam doktrin strategis
ataupun taktis, misalnya rencana kampanye atau operasi gabungan.
Doktrin Mana Yang Harus
Dikembangkan/Diubah
Dari pernyataan Presiden Megawati
masih memerlukan penjelasan yang lebih spesifik karena perbedaan tataran
doktrin memerlukan penanganan dan kebijakan yang berbeda. Sebagai contoh
Doktrin Hankamneg yang selama ini seolah-olah ditentukan sepihak oleh TNI perlu
didiskusikan kembali karena hal ini sifatnya strategis dan melibatkan seluruh
rakyat Indonesia. Doktrin ini sifatnya strategis karena berisi kebijakan bidang
pertahanan (defence policy) yang akan menjadi acuan bagi militer untuk membuat
doktrin dengan tataran dibawahnya. Dengan demikian untuk doktrin strategis ini harus
dikonsultasikan dahulu kepada DPR/MPR sebelum disyahkan oleh Menteri
Pertahanan. Untuk doktrin yang bersifat khas angkatan ataupun doktrin yang
sifatnya takis tidak perlu dikonsultasikan kepada DPR/MPR, karena disamping
sifatnya teknis hal tersebut juga merupakan suatu keahlian militer atau
merupakan bisnis militer.
Dengan demikian perlu dipertegas
doktrin yang mana yang harus diubah. Tetapi barangkali karena pernyataan
tersebut disampaikan dalam forum yang sifatnya nasional dan disampaikan dalam
situasi politik yang masih rawan seperti ini kemungkinan doktrin yang perlu
diubah adalah yang bersifat strategis dan berhubungan dengan peran TNI dalam
kehidupan bernegara, terutama yang berkaitan dengan politik praktis yang perlu
ditinggalkan oleh TNI.
Implikasi Perubahan
Doktrin Terhadap Profesionalisme TNI
Apabila doktrin tersebut yang dimaksud
(doktrin strategis berkaitan dengan peran politik), maka ada semacam harapan
yang menginginkan agar TNI di masa depan mampu menampilkan peran yang lebih
profesional khususnya dalam rangka Republik Indonesia. Khusus dalam rangka
pendefinisian peran dan posisi TNI dalam negara demokrasi Indonesia perlu
mempertimbangkan sejarah unik TNI, sehingga hal-hal yang dibahas dalam hubungan
sipil-militer dari negara Barat tidak dapat diterapkan secara apa adanya. Jadi
bagaimana formulasinya nanti, yang jelas TNI harus meninggalkan politik
praktis. Dengan TNI meninggalkan politik praktis maka otomatis TNI akan lebih
profesional (apabila didukung oleh dana dan fasilitas yang memadai), karena
tugas pokok TNI akan dapat difokuskan pada bidang yang menjadi tugasnya. Dengan
demikian maka perubahan doktrin ini akan membawa implikasi yang positif
terhadap tingkat profesionalisme TNI.
Saran Kepada TNI AD
Pernyataan Presiden terhadap perubahan
doktrin tersebut sangat memberikan peluang bagi TNI AD khususnya untuk
melaksanakan perubahan doktrin terutama yang berkaitan dengan taktik militer.
Apabila selama ini taktik yang dipakai sebagian besar hanyalah merupakan
terjemahan dari STANAG (Standardization Agreement) NATO dan FM (Field Manual)
US Army serta hanya berkaitan dengan perang konvensional, maka saat ini
merupakan saat yang tepat bagi TNI AD untuk mengkaji ulang doktrin-doktrin
tersebut. TNI AD perlu pula untuk memasukan doktrin yang berkaitan dengan
perang Informasi (information warfare) dan perang melawan terorisme (counter
terrorism) yang merupakan kecenderungan perang masa kini yang disesuaikan
dengan kondisi Indonesia. Apabila kita mampu menghasilkan doktrin-doktrin yang
berkaitan dengan perang modern tersebut maka TNI AD akan mampu menunjukan
profesionalisme yang tinggi dan TNI AD dapat menyatakan kepada masyarakat bahwa
TNI AD memang profesional di bidang pertahanan. Tentunya upaya ini akan
berhasil apabila ditunjang oleh sikap mental yang baik dan sumber daya manusia
yang memadai.
(Budiman
S.P, Perwira Sistem Informasi, Disinfolahtad)