Future Defense System

Selasa, 24 Juli 20120 komentar

Pasukan khusus negeri panda (China)


FUTURE DEFENSE SYSTEM
Oleh : Wibawanto N. Widodo, BSc., MA*


Keadaan yang terus berubah di dalam arus globalisasi yang berimplikasi pada berbagai dimensi yang meliputi politik, ekonomi, sosial budaya, informasi, teknologi, serta pertahanan-keamanan, telah menciptakan banyak hal baru (emerging trends) pada dimensi-dimensi tersebut yang telah menyentuh sampai kepada sendi-sendi kehidupan dari masyarakat dunia pada umumnya.


SALAH satu trend yang sedang mengalami metamorfosis adalah trend dari segi pertahanan dan keamanan yang secara langsung maupun tidak langsung akan berimplikasi kepada dimensi-dimensi lainnya. Bahkan trend ini menciptakan definisi dan hakekat baru dari ancaman terhadap pertahanan dan keamanan negara itu sendiri serta keamanan nasional pada umumnya. Tentara yang pada filosofinya bertugas untuk menghadapi ancaman yang masuk ke suatu negara, tidak lagi meng-hadapi bentuk ancaman yang sama. Ancaman yang sama itu telah berubah bentuk dari sosok "Rambo" menjadi sosok dengan wujud lain tetapi berkemampuan dan mempunyai konsekuensi sama atau bahkan lebih dari wujud ancaman masa lalu tersebut.

Oleh karenanya, kecermatan di dalam membaca trend politik dunia, dan dimensi-dimensi lainnya di dalam konteks perubahan dunia yang sangat cepat, sangatlah diperlukan, terutama dalam hal menganalisa emerging trend of threat (trend ancaman masa kini) dan memformulasikan strategi yang tepat, kontekstual dan prediktif dalam menjawab tantangan-tantangan pada masa-masa yang sedang berubah dan relatif tidak menentu (uncertain periods & conditions).

Selanjutnya, pada konteks lainnya, rencana besar dari suatu negara manapun di dunia ini dalam mengarahkan tujuan negara (national direction) tidak lepas dari sumber-sumber kekuatan nasionalnya. Tetapi segala tantangan yang akan dihadapi di dalam mencapai tujuan (clearly planned direction) dari suatu bangsa merupakan suatu kenyataan yang akan selalu dihadapi, dan merupakan suatu rangkaian rintangan (Constraints / ATHG) yang akan dihadapi suatu bangsa dalam rangka mencapai tujuannya.

Di dalam menghadapi abad ke 21, dengan berbagai perubahan / trend baru di dalam berbagai dimensi kekuatan nasional yang mencakup Ideologi, politik, ekonomi, sosial budaya dan pertahanan kemanan, bangsa Indonesia harus melihat kepada realita bahwa seiring dengan perubahan pada dimensi dimensi tersebut secara global, regional maupun nasional, tidak ada pilihan bagi bangsa Indonesia selain harus secara terus menerus menyikapi perubahan yang ada tersebut dengan pembaharuan strategi dan sistem pertahanan baru yang harus sangat memadai, mengingat keadaan yang beru-bah tersebut secara langsung berimplikasi terhadap terciptanya bentuk-bentuk ATHG baru yang intinya adalah sama yaitu penyerangan terhadap kedaulatan negara dan gangguan di dalam pencapaian tujuan negara.

Tantangan masa depan yang mengarah kepada terbentuknya perang masa depan (future warfare) merupakan suatu hal yang harus disikapi secara cermat dan seksama dan menuntut adanya perubahan, transformasi, dan atau pembaharuan strategi di dalam menghadapinya. Seperti halnya tidak ada yang abadi di dunia ini, demikian juga hakikat dan bentuk dari spektrum ancaman juga terus secara signifikan berubah mengikuti perkembangan dari berbagai dimensi yang terjadi di dunia ini. Dengan kata lain, sumber-sumber / pelaku ancaman tersebut tidak akan berhenti memutar otak di dalam pemformulasian strategi dan pemanfaatan kelemahan / ketertinggalan strategi suatu negara di dalam menghadapi kondisi tersebut.

Untuk itulah, sistem pertahanan baru dan juga pembaharuan arsitektur, struktur, dan strategi organisasi lembaga pertahanan dan militer mungkin merupakan hal yang tidak bisa dielakkan lagi.

Oleh karenanya, pemikiran dan analisa perlu dilakukan dengan menggunakan perbandingan terhadap sistem pertahanan negara lain di dalam menjawab tantangan yang ada pada masa kini. Selanjutnya analisa ini dapat digunakan sebagai pembanding di dalam mendesain arsitektur, struktur, dan organisasi dari sistem pertahanan yang baru (The need of designing new defense system).

Maka dari itu, sebagaimana tulisan ini merupakan analisa deskriptif analitis terhadap paradigma tersebut, maka di dalam tulisan ini akan diambil AS sebagai contoh kasus tersebut. Pendekatan yang akan digunakan adalah menganalisa bagaimana strategi AS di dalam mengha-dapi keadaan dunia pada umumnya, dan menyikapi ancaman secara cermat pada khususnya. Selanjutnya, tulisan ini dimaksudkan untuk menganalisa strategi AS di dalam hal masalah strategi keamanan nasional AS (National Security Strategy) (Strategi Pertahanan Keamanan di Indonesia), strategi pertahanan, dan strategi kemanan negara (Homeland Defense & Homeland Security).

Pada hal yang lain, akan dibahas sedikit tentang Cina yang telah berhasil mengadopsi liberalisasi sekaligus sukses di dalam mempertahankan pertahanan dan keamanan nasional nya dari ancaman multi dimensi di luar perang (non-war engagement).

Jadi, di dalam melakukan analisa yang obyektif, kontekstual dan tidak keluar dari rel yang sebenarnya, pengertian dan analisa perlu dimulai dari pendekatan bahasa. Oleh karenanya, sebagaimana bahasa Inggris menjadi salah satu standar bahasa dunia, maka di dalam melakukan pendekatan ini, kita perlu berangkat / menafsirkan terminologi yang ada di dalam permasalahan pertahanan ini dengan tepat dan kontekstual.

Ternyata jika dibandingkan ke dalam bahasa aslinya, banyak ketidakcocokan yang terjadi antara penafsiran dalam bahasa Indonesia dengan arti sebenarnya di dalam bahasa Inggris. Sebagai contoh adalah kata Security, yang mempunyai arti sangat luas, dan di dalam konteks bahasa Inggris ditafsirkan dan berada di atas Defense (Pertahanan). Security dalam bahasa aslinya mengandung arti yang sangat luas dan mencakup jaminan, perlindungan, Guarantee, sesuatu yang dengan pasti dapat melindungi dan selalu dapat menjaga dari berbagai sisi (full protection).

Tetapi, di dalam bahasa Indonesia, kata security sering diartikan sebagai keamanan nasional saja. Padahal di AS sekalipun, kata security bisa diletakkan pada dua posisi yaitu pada posisi keamanan secara keseluruhan (National Security) yang tingkatannya berada dalam posisi paling atas, dan kemudian keamanan tanah air / keamanan negara (Homeland Security atau keamanan dalam konteks satu tingkat di bawah keamanan nasional).Menurut kamus Bahasa Indonesia, Nasional dapat berarti kebangsaan, berkenaan dengan bangsa atau meliputi unsur suatu bangsa seperti kebudayaan atau jati diri.

Sedangkan negara merupakan bentuk suatu Entity yang terdiri dari rakyat, pemerintah, pengakuan, dan wilayah. Jadi jelas bahwa nasional mempunyai tingkat yang lebih tinggi (bisa dikaitkan dengan analogi : Nasional bisa ada tanpa adanya eksistensi negara, seperti Palestina, sedangkan keberadaan negara pasti tidak bisa dilepaskan dari nasional itu sendiri. Dengan demikian, terminologi nasional mempunyai kedudukan yang lebih tinggi daripada negara dan memiliki dimensi yang lebih luas dan tidak bergantung keberadaan negara (nasional bisa ada tanpa adanya negara, tetapi tidak sebaliknya dengan negara, dimana kehadiran negara pasti harus diikuti oleh kehadiran / kondisi / keberadaan yang berkenaan dengan terminologi nasional).

Dengan kata lain, Keamanan Nasional terdiri dari Keamanan dan Pertahanan negara itu sendiri. Berikutnya, keamanan negara ini (Homeland Security), terdiri dari banyak aspek, seperti di antaranya:

- Keamanan terhadap ancaman dari segi penegakan hukum (Full Law Enforcement Threats)
- Keamanan dari segi ancaman serangan (bersenjata / tidak harus bersenjata) yang mengancam kedaulatan negara (Full War Threat / National Security threats / War Engagement). Bahasa lain dari ancaman ini ada- lah ancaman terhadap Keamanan Nasional.
- Dan yang terakhir adalah gabungan dari spektrum an- caman tersebut terhadap keamanan nasional secara keseluruhan (Tidak murni law enforcement dan tidak murni war engagement / ancaman Keamanan Nasional).

Strategi AS

Di AS, semua tantangan ini mulai dijawab dengan diresmikannya departemen khusus yang menangani masalah keamanan negara (Department of Homeland Security), yang bersama departemen lainnya seperti Departemen Pertahanan, Kehakiman dan lembaga-lembaga intelejen lainnya berkoordinasi di dalam satu sinergi di bawah leading sektor tertentu (bisa dibawah Departemen Keamanan Negara atau Departemen Pertahanan). Secara singkat, sebagaimana departmen lainnya, Departemen Keamanan Negara merupakan gabungan dari instansi-instansi terkait lainnya seperti dari unsur militer (Dephan), imigrasi, informasi, penyelidik (FBI), penjaga perbatasan, polisi, dan unsur-unsur lainnya.

Di dalam Strategi Nasional Keamanan Negara sebagai bagian dari Strategi Besar Keamanan Nasional, jelas dikatakan bahwa tidak satu lembaga / agency pun yang bertanggung jawab terhadap masalah-masalah Homeland Security di AS. Semuanya harus melakukan sinergi di bawah satu Dewan Keamanan Nasional (National Security Council) yang kemudian membawahi instansi-instansi terkait seperti Departemen Homeland Security (Untuk masalah keamanan negara), Departemen Pertahanan (Untuk masalah pertahanan negara), CIA (Intelejen), Departemen Kehakiman & FBI (Penanganan Kriminal), US Coast Guard (Penjaga Pantai), dan Agen Federal lainnya.



Jadi jelas bahwa di dalam konteks keamanan negara / Homeland Security tidak semuanya menjadi tugas lembaga hukum (Departemen Kehakiman / FBI, Imigrasi atau polisi sekalipun) dan lembaga-lembaga penegakan hukum lainnya di Amerika Serikat (National Strategy for Homeland Security, National Strategy for combating terrorism & Joint Operating Concepts for Homeland Security).

Keterangan :


Mereka dimultikoneksi dengan sel dan operasi lainnya dalam skala internasional oleh faktor-faktor ideologi, sumber daya, pengertian musuh bersama, saling mendukung satu sama lain, dan penyokongan lainnya seperti pendanaan dan latihan (Lihat bagian aktor konflik non-negara pada halaman 6).

Berdasarkan pengamatan banyak ahli strategi, kegiatan aktor non negara merupakan kegiatan yang kompleks dan mengandung banyak dimensi yang beroperasi di segala wilayah seperti yang tergambar pada matriks-matriks di atas (mereka dapat bergerak ke daerah subset matriks lainnya seperti yang ditunjukkan oleh tanda panah) dan berimplikasi terhadap Keamanan Nasional secara keseluruhan jika dihubungkan dengan matriks-matriks di atasnya.

Berikutnya, dikarenakan keadaan (nature) dari spektrum-spektrum ini dan kesulitan di dalam mengi-dentifikasi ancaman-ancaman di dalam wilayah 'seam' tsb sebagai ancaman keamanan nasional atau kriminal murni, maka tidak satu departemen federal atau lembaga manapun yang secara individu (solely) bertanggung jawab di dalam mengamankan tanah air / negara (home-land) terhadap segala bentuk ancaman.

Dengan demikian, penting untuk memahami perbedaan dalam hal peranan Dephan yang terdapat di Natio-nal Security (Keamanan Nasional), sebagaimana terdefi-nisikan di dalam The National Strategy for Homeland Security (NSHLS).

Jadi pengkondisian situasi adalah sebagai berikut :

(1) Jika dalam masalah pertahanan negara, maka itu menjadi tanggung jawab militer dengan Departemen Pertahanan yang bertindak sebagai leading sector nxa;
(2) Jika dalam masalah keamanan negara, maka leading sectornya adalah Departemen Keamanan Negara (terdiri dari unsur militer, intelejen, dan penegakan hukum;
(3) Jika dalam wilayah "abu-abu" tersebut tetap dijalankan oleh Departemen Pertahanan atau Departemen Keamanan Negara, hanya saja presiden lewat Dewan Keamanan Nasional akan menentukan siapa yang akan bertindak sebagai leading sektornya (Departemen Pertahanan, Departemen Keamanan Negara atau mungkin Departemen Kehakiman).

Jadi, militer secara continue akan tetap terus mema-inkan peran di dalam mengamankan tanah air / negara melalui misi militer ke luar negeri (overseas deployment & intellegence), pelaksanaan misi pertahanan negara (Homeland Defense / HLD) / domestic deployment & intellegence) dan dukungan kepada sipil (Civil Supports / CS), serta memberi dukungan aktivitas terhadap perencanaan kesiapan keadaan darurat (Emergency Preparedness / EP).

Selanjutnya, sementara terdapat overlap yang signi-fikan antara peran Dephan (DOD) dan Departemen kea-manan negara (DHS), peranan Dephan (DOD) melebar (extend) melebihi jangkauan (scope) dari paradigma

Strategi Nasional Keamanan Negara (NSHLS).

Apapun itu, secara eksplisit dan implisit, NSHLS sangat menekankan (distinctly emphasized) kepada serangan teroris, serta bagaimana strategi nasional di dalam menghadapi serangan-serangan konvensional maupun inkonvensional terhadap negara (homeland) oleh lawan manapun (termasuk, dan tetapi tidak hanya terbatas kepada teroris saja).

Definisi Ancaman

Ancaman dalam konteks bahasa ataupun pada konteks ancaman dalam skala nasional, merupakan segala bentuk gangguan langsung, tidak langsung, terlihat ataupun tidak terlihat terhadap kedaulatan; basis-basis vital nasional (ekonomi, militer dan informasi); penduduk; teritorial (national territory), ataupun segala bentuk usaha serangan secara konvensional,
inkonvensional maupun asimetrik terhadap suatu bangsa dalam skala nasional (national threat to the nation).

Sumber-sumber Konflik / ancaman potensial
a. Senjata Pemusnah Massal (Bentuk lain - Nubika) seperti senjata kimia, racun, dsb
b. Rudal Balistik, peluru kendali, roket jarak jauh
c. Senjata Nuklir
d. Peredaran Senjata
e. Space War
f. Peredaran obat-obatan
g. Pembajakan
h. Kejahatan Trans-Nasional (Trans-national crime)

- Kejahatan transnasional sebagai kedok dari war threat / engagement dengan hubungan teror- isme dan ancaman bersenjata (pendanaan teroris, separatis dan tindakan pembajakan serta penyelundupan bersenjata)
- Kejahatan transnasional murni
- Gabungan keduanya

i. Mafia (Transnational organized crime)
j. Peperangan Cyber
k. Terorisme
l. Kerusuhan
m. Pemberontak domestik / Separatists (Internationally connected)
n. Perebutan Sumber Daya, Energi, dan bahan baku

Aktor-aktor di dalam konflik

a. Aktor Non-negara

- Aktor non negara dengan dukungan negara ter- tentu
- Aktor non negara murni

Khusus untuk aktor non-negara, trend ini harus di-waspadai dan dianalisa dengan cermat. Jika serangan militer negara tertentu ditujukan untuk menyerang militer dan pemerintahan negara tertentu, maka aktor-aktor non-negara ini mempunyai kapabilitas kemampuan dan potensi militer yang bereskalasi tinggi dan dapat "mengganggu" militer dan peme-rintahan suatu negara dengan sasaran bukan hanya terbatas militer suatu negara tsb, tetapi juga komunitas sipil (using civil as a target).

Jika di dalam operasi militer jelas aturan-aturan hu-kumnya, maka aktor non-negara ini bertindak melebihi pelanggaran hukum sipil dan scope of act nya meng-andung dimensi ancaman militer dan juga penegakan hukum dengan modifikasi-modifikasi trend / cara bertindak yang menuntut pengkajian baru tentang definisi, kategorisasi dan strategi di dalam menghadapi ancaman ini. Jadi dengan demikian jelas bahwa ancaman aktor non-negara bukan hanya murni ancaman terhadap penegakan hukum saja, tetapi juga mengandung ancaman militer yang berpotensi menginjak kedaulatan suatu negara.

b. Aktor Negara

c. Militer Swasta (Tentara bayaran, separatis)

Karakteristik Ancaman

Seiring dengan adanya globalisasi yang telah berim-plikasi secara langsung ataupun tidak langsung terhadap dimensi ideologi, ekonomi, teknologi dan informasi, dan dimultiplikasi dengan struktur politik dan ekonomi dunia pada umumnya, karakteristik dari hakekat ancaman telah mengalami transformasi.

Sebagai konsekuensinya, ancaman yang sebelum-nya dapat dikategorikan sebagai ancaman luar (external threats), sekarang bisa menjelma / mentransformasikan dirinya menjadi ancaman internal (internal threats). Oleh karenanya, sudah sepatutnya, seperti yang diterapkan di dalam cara berpikir bangsa-bangsa lain di dunia ini dalam melihat hakekat ancaman, maka ini harus dilihat dari seluruh konteks yang obyektif, update dan sebenarnya, dimana mereka melihat ancaman internal sebagai satu kesatuan yang tidak dapat di-pisahkan dari hakekat ancaman eksternal (sebab dari kondisi / keadaan dunia yang berubah - seperti antara lain globalisasi).

Ini semua tentu akan berdampak kepada tercip-tanya kenyataan bahwa kekuatan lawan dapat masuk ke wilayah suatu negara tanpa harus / hanya dengan wujud militer negara tertentu tetapi memiliki kekuatan dan dampak militer yang signifikan serta mempunyai kontribusi besar di dalam konteks mengancam kedaulatan negara tersebut (not necessarily military forms of threats, but has the capability and high severe impacts to the sovereignity of a nation). Bahkan lebih jauh lagi, berdasarkan riset RAND dan beberapa lembaga think tank di Amerika Serikat, kekuatan-kekuatan non-negara tersebut telah beroperasi untuk mengganggu Militer suatu negara tersebut (antara lain lewat sabotase elektronik dan bahkan opini dalam konteks Perang Informasi Strategis).

Jadi, jika merujuk kepada sumber-sumber ancaman di atas, maka akan banyak ditemukan jenis-jenis ancaman dengan dimensi yang bermultiplikasi menjadi bentuk-bentuk yang memiliki dimensi perang maupun kriminal pada saat bersamaan dengan kategorisasi yang bersifat internal-eksternal (intenal sebagai akibat keadaan eksternal). Sebagai contoh adalah penyebaran doktrin, perekrutan dan rencana operasi oleh kelompok teroris tertentu di luar negeri dapat masuk ke suatu negara dengan melewati media elektronik tanpa bisa terdeteksi oleh pemerintah suatu negara. Selanjutnya operasi ini didukung oleh organized crime, yang tidak lain adalah bentuk lain dari penjelmaan kekuatan bersenjata itu sendiri (sisi / bentuk lain dari teroris atau separatis) yang memiliki karakteristik kekuatan bersenjata yang sama dengan tentara sekalipun (trend tentara bayaran sebagai konsekuensi logis dari derasnya arus peredaran senjata ilegal paska perang dingin yang sangat mudah diakses oleh aktor non-militer / negara).

Oleh karenanya, dalam pendefinisian tersebut, penting untuk memulai analisa dengan berangkat dari hakekat dasar dari perang itu sendiri yang mencakup elemen-elemen seperti kekerasan, perpecahan / perten-tangan, peluang, dan ketidaktentuan; yang semuanya termanifestasikan di dalam serangkaian spektrum konflik yang terjadi.

Selanjutnya sebagaimana perang itu sendiri merupakan konflik kepentingan politik di segala level, maka hal ini akan tetap merupakan konflik kepentingan politik pada level operasional. Sebagai konsekuensinya, elemen dari kekuatan militer sudah seharusnya memain-kan peran yang sangat signifikan di dalam perang terha-dap ancaman masa kini (emerging threats) seperti teroris-me, separatis dan penyelundup bersenjata lainnya. Lebih dari itu, pada kenyataan lain, globalisasi bersama dengan hal-hal lainnya telah membawa kontribusi terhadap ter-ciptanya landasan-landasan yang subur bagi pengem-bangan terorisme atau komunis sekalipun yang terus berusaha untuk melawan setiap perlawanan terhadap mereka.

Aktor non-negara, seperti antara lain terorisme, telah berjuang di dalam menciptakan peluang bagi perubahan dengan cara-cara penyerangan terhadap sipil dan negara-negara yang tidak mendukung perju-angan mereka. Mereka bukan saja dilandasi oleh idiologi, tetapi juga sistem organisasi dan operasional yang ekstenrif (internasional) dengan ditunjang oleh anggota-anggota multinasional (multinational members).

Kemudian ironinya hal ini juga ternyata terjadi pada sumber-sumber konflik lainnya. Kompleksitas telah menjadi warna utama di dalam karakterisasi ancaman yang ada baik global, regional maupun nasional.

Dunia tanpa batas (Interconnected world), telah menyebabkan semakin mudahnya informasi, senjata ilegal, kejahatan terorisme, kejahatan antar-negara, dsb untuk menyebar dengan relatif lebih mudah dan lebih sulit terdeteksi. Selain itu mereka juga mempunyai pelu-ang untuk masuk ke dalam bentuk-bentuk asimetrik (berwajah kriminal / sipil) dengan tujuan untuk menyerang kedaulatan suatu negara secara efektif. Perang informasi (penyadapan, pemetaan, pengintaian dan opini), teroris-me intenasional dengan kemampuan yang sangat tinggi, separatis, dan infiltrasi kerusuhan merupakan bentuk-bentuk turunan dari karakter-karakter ancaman abad ke-21. Dan sebagaimana ancaman asimetrik ini mempu-nyai dampak yang sangat luas dan signifikan terhadap keamanan nasional (national security), maka dapat disimpulkan secara dini bahwa ancaman ini telah bermain pada level strategis, operasional dan juga taktis.

Sebagai contoh adalah terorisme dengan basis idiologi yang sangat mungkin bercampur dengan idiologi lainnya di dalam scope internasional (adanya pemimpin-pemimpin sel di seluruh dunia yang dapat beroperasi secara mandiri dan tanpa komando) dengan ditunjang oleh penyebaran doktrin, perekrutan anggota, dan perin-tah serta rencana operasi yang semuanya dengan sangat mudah dapat dilakukan lewat media internet secara terbuka ataupun tidak (covert maupun overt). Selanjutnya karena akhirnya yang diserang adalah kepentingan, kedaulatan dan keamanan nasional (dengan dampak politik, ekonomi maupun psikologis secara relatif sangat signifikan), dengan menggunakan segala fasilitas yang menunjang (pendanaan teroris / money laundering) ataupun skenario besar kelompok tertentu untuk menyerang suatu bangsa secara nasional dan ditunjang oleh operasi-operasi intelejen maupun operasi lainnya seperti operasi peperangan politik (political warfare), maka sudah sangat jelas bahwa hakekat ancaman merupakan sesuatu yang sangat kompleks (hybrid) dan harus dihadapi secara sinergis seperti yang dilakukan oleh negara sebesar AS, Cina dan banyak negara lainnya di dunia.
>

Pada konteks yang sama dan pada dimensi waktu yang berbeda, bentuk-bentuk baru peperangan lainnya cenderung dapat dilakukan pada saat damai (the peace time instead of the war time), yang secara logis berimpli-kasi terhadap kebutuhan yang sangat mendesak akan intelejen, militer, dan lembaga penegakan hukum yang berkapabilitas tinggi dan bersinergi di dalam satu kerang-ka berpikir pemformulasian strategi yang dapat menjawab tantangan dari ancaman-ancaman yang juga terus berubah di dalam hal strategi, operasional maupun taktik.

Bahkan lebih jauh lagi, jika kita meneropong kepada ancaman / perang itu sendiri, dengan kata lain, secara sistematis peperangan di luar masa perang ini atau non-direct war engagement dapat meliputi Peperangan Informasi, Ekonomi, Intelejen, Politik, dan juga Psikologis. Sedang dari kemajuan teknologi dan warfare itu sendiri, peperangan sudah bisa dikategorikan ke dalam peperangan modern yang mencakup Dominasi Informasi; Persenjataan presisi tajam;

Tranformasi C2 (Kodal) menjadi C4ISR (Command, Control, Communications, Computer system, Intellegent, Surveillance & Recoin-naissance); Konsep Few war casualties; dan The Civilization of war.

Strategi Cina

Sekilas tentang Cina, pemerintah dan militer Cina telah membaharui strateginya di dalam peperangan bersenjata dan tidak bersenjata (non-war engagement). Sebagai contohnya adalah strategi suksesnya proses liberalisasi ekonomi dan efektivitas kinerja konter-intelejen Cina yang ditulang punggungi secara cukup signifikan oleh pihak militer dan intelejen Cina. Secara singkat, Cina mempunyai konflik-konflik tertentu dengan AS, tetapi di lain hal mempunyai hubungan ekonomi yang relatif signifikan dengan negara adi daya tersebut. Berda-sarkan data yang dimiliki oleh PBB dan Bank Dunia, Cina telah berhasil menyalip AS dalam hal penerimaan penanaman modal asing (periode 2000) dan selalu berada di posisi dua besar dunia pada periode 5 tahun terakhir. Selanjutnya pertumbuhan ekonomi Cina termasuk sangat pesat (boosting economic growth), dengan laju pertumbuhan GDP di atas rata-rata negara emerging lainnya seperti eks eropa timur dan negara dunia ketiga.

Lebih jauh mengenai Cina adalah tentang relatif kuatnya fondasi Cina di dalam mengadopsi liberalisasi sampai saat ini. Dari sisi lainnya pada proses liberalisasi di Cina, ternyata proses negosiasi dalam masalah penjualan dan pembelian aset (baik swasta maupun nasional / apalagi yang merupakan aset strategis seperti antara lain informasi sebagai salah satu sumber kekuatan nasional) ternyata merupakan sesuatu yang sentralistik, cukup pelik dan secara terbuka atau tidak telah melibatkan pertimbangan unsur-unsur militer dan non-militer lainnya di dalam proses negosiasi dan pengambilan keputusan (Taiwan research report on China, Chinese Military roles in the war on terrorism, International Business: FDI in China, 2002).

Jadi, sekalipun ini adalah masalah liberalisasi ekonomi, kita perlu belajar dari Cina dalam hal pengerahan strategi besar secara menyeluruh. Cina telah menjadi besar dari hal ekonomi begitu juga relatif berhasil di dalam hal menjaga gatra pertahanan dan keamanannya, mengingat Cina sangat identik dengan masalah keamanan dan pertahanan internal negaranya (seperti pertikaian etnik, politik, teroris dan separatis yang tidak hanya terkonsentrasi di Xinjiang atau Tibet, dan merupakan masalah kompleks yang dihadapi oleh pemerintah komunis Cina).

Banyak hal memang yang mempengaruhi keadaan ini. Memang selain Cina ditunjang oleh hukum yang kuat, tetapi cara-cara Cina di dalam pengerahan kekuatan militer dan non militer secara sinergis di dalam menjaga stabilitas keamanan nasional secara menyeluruh, merupakan suatu gambaran bahwa pada dimensi-dimensi di luar pertahanan-keamanan tersebut, peluang terjadinya peperangan intelejen dan politik yang berimplikasi langsung terhadap pertahanan dan keamanan itu sendiri, dan akhirnya berimplikasi kepada gatra ekonomi, adalah sangat mungkin terjadi dan harus disikapi dengan upaya sinergi bersama secara sistematis dalam satu rangkaian besar Keamanan Nasional (China's role in the war on the terrorism, China and People's Liberation Army and China in Transition by National Defense University).

Dengan demikian, sebagaimana seiring dengan keadaan yang berubah ini, dan semakin lebih mudahnya pihak asing manapun untuk masuk ke suatu negara pada era globalisasi ini, maka seperti yang banyak dilakukan oleh negara negara lainnya di dunia seperti AS atau Cina, konsep sinergi merupakan salah satu solusi terbaik bagi pemecahan masalah penanganan ancaman yang sangat kompleks dan sangat bertalian satu sama lain (hybrid) dalam dimensi waktu maupun bentuk / wujud ancaman yang dihadapi oleh suatu negara. Cara berpikir yang efektif di dalam konteks pencapaian tujuan negara tersebut sudah seharusnya menjadi dasar bagi pemformulasian dan pengerahan strategi dan sumber daya di dalam menghadapi trend dan strategi lawan yang terus berubah. Pembentukan Departemen Keamanan Negara di AS yang terdiri dari unsur-unsur militer, penegak hukum, intelejen, dan unsur-unsur lainnya telah menjadi partner Departemen Pertahanan dan Kehakiman dalam rangka mewujudkan keamanan dan pertahanan negara, yang adalah misi utama dari Keamanan Nasional itu sendiri.

Artinya, jika sinergi itu relatif sudah bisa terbukti efektif dan juga efisien (dalam hal penggunaan sumber daya dan pengerahan strategi) dalam rangka menjawab tantangan yang ada, sebagaimana yang dilakukan oleh AS dan Cina sekalipun, maka bangsa Indonesia sudah seharusnya berpikir sinergis dan prediktif jauh ke depan, dan tidak memandang ancaman sebagai musuh institusi tertentu, melainkan sebagai musuh bersama yang harus dihadapi secara koordinatif dan sinergis dan diterapkan sesuai konteks keadaan bangsa kita sendiri.

Akhirnya, mengingat bahwa kesalahan di dalam membaca / memahami trend dan bentuk-bentuk serta karakteristik ancaman akan mengarah kepada perumusan strategi yang tidak tepat di dalam menghadapinya, dimana ini sebaliknya akan beresiko tinggi (highly adversed & more likely negative reactions / impacts) terhadap Keamanan Nasional secara keseluruhan. Oleh karenanya, dalam memahami dan mengerti tentang semua fenomena ini, idealnya tidak dicampur dengan kepentingan institusi-institusi tertentu dalam menambah dan mempertahankan wilayah kekuasaannya dan dengan ditunjang oleh justifikasi dan premis yang tidak tepat dan komprehensif, yang akhirnya malah bisa mengancam / berdampak negatif terhadap keamanan nasional itu sendiri.

* Penulis adalah Analis dan Dosen, Jakarta
Share this article :
 
Support : Hartantto Website
Copyright © 2012. Selusin Corp - All Rights Reserved
Published by Hartanto
Proudly powered by Blogger