Pasukan khusus negeri panda (China) |
FUTURE
DEFENSE SYSTEM
Oleh : Wibawanto N. Widodo, BSc., MA*
Oleh : Wibawanto N. Widodo, BSc., MA*
Keadaan yang terus berubah di dalam
arus globalisasi yang berimplikasi pada berbagai dimensi yang meliputi politik,
ekonomi, sosial budaya, informasi, teknologi, serta pertahanan-keamanan, telah
menciptakan banyak hal baru (emerging trends) pada dimensi-dimensi tersebut
yang telah menyentuh sampai kepada sendi-sendi kehidupan dari masyarakat dunia
pada umumnya.
SALAH satu trend yang sedang mengalami
metamorfosis adalah trend dari segi pertahanan dan keamanan yang secara
langsung maupun tidak langsung akan berimplikasi kepada dimensi-dimensi
lainnya. Bahkan trend ini menciptakan definisi dan hakekat baru dari ancaman
terhadap pertahanan dan keamanan negara itu sendiri serta keamanan nasional
pada umumnya. Tentara yang pada filosofinya bertugas untuk menghadapi ancaman
yang masuk ke suatu negara, tidak lagi meng-hadapi bentuk ancaman yang sama.
Ancaman yang sama itu telah berubah bentuk dari sosok "Rambo" menjadi
sosok dengan wujud lain tetapi berkemampuan dan mempunyai konsekuensi sama atau
bahkan lebih dari wujud ancaman masa lalu tersebut.
Oleh karenanya, kecermatan di dalam
membaca trend politik dunia, dan dimensi-dimensi lainnya di dalam konteks
perubahan dunia yang sangat cepat, sangatlah diperlukan, terutama dalam hal
menganalisa emerging trend of threat (trend ancaman masa kini) dan
memformulasikan strategi yang tepat, kontekstual dan prediktif dalam menjawab
tantangan-tantangan pada masa-masa yang sedang berubah dan relatif tidak
menentu (uncertain periods & conditions).
Selanjutnya, pada konteks lainnya,
rencana besar dari suatu negara manapun di dunia ini dalam mengarahkan tujuan
negara (national direction) tidak lepas dari sumber-sumber kekuatan
nasionalnya. Tetapi segala tantangan yang akan dihadapi di dalam mencapai
tujuan (clearly planned direction) dari suatu bangsa merupakan suatu kenyataan
yang akan selalu dihadapi, dan merupakan suatu rangkaian rintangan (Constraints
/ ATHG) yang akan dihadapi suatu bangsa dalam rangka mencapai tujuannya.
Di dalam menghadapi abad ke 21, dengan
berbagai perubahan / trend baru di dalam berbagai dimensi kekuatan nasional
yang mencakup Ideologi, politik, ekonomi, sosial budaya dan pertahanan kemanan,
bangsa Indonesia harus melihat kepada realita bahwa seiring dengan perubahan
pada dimensi dimensi tersebut secara global, regional maupun nasional, tidak
ada pilihan bagi bangsa Indonesia selain harus secara terus menerus menyikapi
perubahan yang ada tersebut dengan pembaharuan strategi dan sistem pertahanan
baru yang harus sangat memadai, mengingat keadaan yang beru-bah tersebut secara
langsung berimplikasi terhadap terciptanya bentuk-bentuk ATHG baru yang intinya
adalah sama yaitu penyerangan terhadap kedaulatan negara dan gangguan di dalam
pencapaian tujuan negara.
Tantangan masa depan yang mengarah
kepada terbentuknya perang masa depan (future warfare) merupakan suatu hal yang
harus disikapi secara cermat dan seksama dan menuntut adanya perubahan,
transformasi, dan atau pembaharuan strategi di dalam menghadapinya. Seperti
halnya tidak ada yang abadi di dunia ini, demikian juga hakikat dan bentuk dari
spektrum ancaman juga terus secara signifikan berubah mengikuti perkembangan
dari berbagai dimensi yang terjadi di dunia ini. Dengan kata lain, sumber-sumber
/ pelaku ancaman tersebut tidak akan berhenti memutar otak di dalam
pemformulasian strategi dan pemanfaatan kelemahan / ketertinggalan strategi
suatu negara di dalam menghadapi kondisi tersebut.
Untuk itulah, sistem pertahanan baru
dan juga pembaharuan arsitektur, struktur, dan strategi organisasi lembaga
pertahanan dan militer mungkin merupakan hal yang tidak bisa dielakkan lagi.
Oleh karenanya, pemikiran dan analisa
perlu dilakukan dengan menggunakan perbandingan terhadap sistem pertahanan
negara lain di dalam menjawab tantangan yang ada pada masa kini. Selanjutnya
analisa ini dapat digunakan sebagai pembanding di dalam mendesain arsitektur,
struktur, dan organisasi dari sistem pertahanan yang baru (The need of
designing new defense system).
Maka dari itu, sebagaimana tulisan ini
merupakan analisa deskriptif analitis terhadap paradigma tersebut, maka di
dalam tulisan ini akan diambil AS sebagai contoh kasus tersebut. Pendekatan
yang akan digunakan adalah menganalisa bagaimana strategi AS di dalam mengha-dapi
keadaan dunia pada umumnya, dan menyikapi ancaman secara cermat pada khususnya.
Selanjutnya, tulisan ini dimaksudkan untuk menganalisa strategi AS di dalam hal
masalah strategi keamanan nasional AS (National Security Strategy) (Strategi
Pertahanan Keamanan di Indonesia), strategi pertahanan, dan strategi kemanan
negara (Homeland Defense & Homeland Security).
Pada hal yang lain, akan dibahas
sedikit tentang Cina yang telah berhasil mengadopsi liberalisasi sekaligus
sukses di dalam mempertahankan pertahanan dan keamanan nasional nya dari
ancaman multi dimensi di luar perang (non-war engagement).
Jadi, di dalam melakukan analisa yang
obyektif, kontekstual dan tidak keluar dari rel yang sebenarnya, pengertian dan
analisa perlu dimulai dari pendekatan bahasa. Oleh karenanya, sebagaimana
bahasa Inggris menjadi salah satu standar bahasa dunia, maka di dalam melakukan
pendekatan ini, kita perlu berangkat / menafsirkan terminologi yang ada di
dalam permasalahan pertahanan ini dengan tepat dan kontekstual.
Ternyata jika dibandingkan ke dalam
bahasa aslinya, banyak ketidakcocokan yang terjadi antara penafsiran dalam
bahasa Indonesia dengan arti sebenarnya di dalam bahasa Inggris. Sebagai contoh
adalah kata Security, yang mempunyai arti sangat luas, dan di dalam konteks
bahasa Inggris ditafsirkan dan berada di atas Defense (Pertahanan). Security
dalam bahasa aslinya mengandung arti yang sangat luas dan mencakup jaminan,
perlindungan, Guarantee, sesuatu yang dengan pasti dapat melindungi dan selalu
dapat menjaga dari berbagai sisi (full protection).
Tetapi, di dalam bahasa Indonesia,
kata security sering diartikan sebagai keamanan nasional saja. Padahal di AS
sekalipun, kata security bisa diletakkan pada dua posisi yaitu pada posisi
keamanan secara keseluruhan (National Security) yang tingkatannya berada dalam
posisi paling atas, dan kemudian keamanan tanah air / keamanan negara (Homeland
Security atau keamanan dalam konteks satu tingkat di bawah keamanan
nasional).Menurut kamus Bahasa Indonesia, Nasional dapat berarti kebangsaan,
berkenaan dengan bangsa atau meliputi unsur suatu bangsa seperti kebudayaan
atau jati diri.
Sedangkan negara merupakan bentuk
suatu Entity yang terdiri dari rakyat, pemerintah, pengakuan, dan wilayah. Jadi
jelas bahwa nasional mempunyai tingkat yang lebih tinggi (bisa dikaitkan dengan
analogi : Nasional bisa ada tanpa adanya eksistensi negara, seperti Palestina,
sedangkan keberadaan negara pasti tidak bisa dilepaskan dari nasional itu
sendiri. Dengan demikian, terminologi nasional mempunyai kedudukan yang lebih
tinggi daripada negara dan memiliki dimensi yang lebih luas dan tidak
bergantung keberadaan negara (nasional bisa ada tanpa adanya negara, tetapi
tidak sebaliknya dengan negara, dimana kehadiran negara pasti harus diikuti
oleh kehadiran / kondisi / keberadaan yang berkenaan dengan terminologi
nasional).
Dengan kata lain, Keamanan Nasional
terdiri dari Keamanan dan Pertahanan negara itu sendiri. Berikutnya, keamanan
negara ini (Homeland Security), terdiri dari banyak aspek, seperti di
antaranya:
-
Keamanan terhadap ancaman dari segi penegakan hukum (Full Law Enforcement
Threats)
-
Keamanan dari segi ancaman serangan (bersenjata / tidak harus bersenjata) yang
mengancam kedaulatan negara (Full War Threat / National Security threats / War
Engagement). Bahasa lain dari ancaman ini ada- lah ancaman terhadap Keamanan
Nasional.
-
Dan yang terakhir adalah gabungan dari spektrum an- caman tersebut terhadap
keamanan nasional secara keseluruhan (Tidak murni law enforcement dan tidak
murni war engagement / ancaman Keamanan Nasional).
Strategi AS
Di AS, semua tantangan ini mulai
dijawab dengan diresmikannya departemen khusus yang menangani masalah keamanan
negara (Department of Homeland Security), yang bersama departemen lainnya
seperti Departemen Pertahanan, Kehakiman dan lembaga-lembaga intelejen lainnya
berkoordinasi di dalam satu sinergi di bawah leading sektor tertentu (bisa
dibawah Departemen Keamanan Negara atau Departemen Pertahanan). Secara singkat,
sebagaimana departmen lainnya, Departemen Keamanan Negara merupakan gabungan
dari instansi-instansi terkait lainnya seperti dari unsur militer (Dephan),
imigrasi, informasi, penyelidik (FBI), penjaga perbatasan, polisi, dan
unsur-unsur lainnya.
Di dalam Strategi Nasional Keamanan
Negara sebagai bagian dari Strategi Besar Keamanan Nasional, jelas dikatakan
bahwa tidak satu lembaga / agency pun yang bertanggung jawab terhadap
masalah-masalah Homeland Security di AS. Semuanya harus melakukan sinergi di
bawah satu Dewan Keamanan Nasional (National Security Council) yang kemudian
membawahi instansi-instansi terkait seperti Departemen Homeland Security (Untuk
masalah keamanan negara), Departemen Pertahanan (Untuk masalah pertahanan
negara), CIA (Intelejen), Departemen Kehakiman & FBI (Penanganan Kriminal),
US Coast Guard (Penjaga Pantai), dan Agen Federal lainnya.
Jadi jelas bahwa di dalam konteks
keamanan negara / Homeland Security tidak semuanya menjadi tugas lembaga hukum
(Departemen Kehakiman / FBI, Imigrasi atau polisi sekalipun) dan lembaga-lembaga
penegakan hukum lainnya di Amerika Serikat (National Strategy for Homeland
Security, National Strategy for combating terrorism & Joint Operating
Concepts for Homeland Security).
Keterangan :
Mereka dimultikoneksi dengan sel dan
operasi lainnya dalam skala internasional oleh faktor-faktor ideologi, sumber
daya, pengertian musuh bersama, saling mendukung satu sama lain, dan
penyokongan lainnya seperti pendanaan dan latihan (Lihat bagian aktor konflik
non-negara pada halaman 6).
Berdasarkan pengamatan banyak ahli
strategi, kegiatan aktor non negara merupakan kegiatan yang kompleks dan
mengandung banyak dimensi yang beroperasi di segala wilayah seperti yang
tergambar pada matriks-matriks di atas (mereka dapat bergerak ke daerah subset
matriks lainnya seperti yang ditunjukkan oleh tanda panah) dan berimplikasi
terhadap Keamanan Nasional secara keseluruhan jika dihubungkan dengan
matriks-matriks di atasnya.
Berikutnya, dikarenakan keadaan
(nature) dari spektrum-spektrum ini dan kesulitan di dalam mengi-dentifikasi
ancaman-ancaman di dalam wilayah 'seam' tsb sebagai ancaman keamanan nasional
atau kriminal murni, maka tidak satu departemen federal atau lembaga manapun
yang secara individu (solely) bertanggung jawab di dalam mengamankan tanah air
/ negara (home-land) terhadap segala bentuk ancaman.
Dengan demikian, penting untuk
memahami perbedaan dalam hal peranan Dephan yang terdapat di Natio-nal Security
(Keamanan Nasional), sebagaimana terdefi-nisikan di dalam The National Strategy
for Homeland Security (NSHLS).
Jadi pengkondisian situasi adalah sebagai berikut :
(1)
Jika dalam masalah pertahanan negara, maka itu menjadi tanggung jawab militer
dengan Departemen Pertahanan yang bertindak sebagai leading sector nxa;
(2)
Jika dalam masalah keamanan negara, maka leading sectornya adalah Departemen
Keamanan Negara (terdiri dari unsur militer, intelejen, dan penegakan hukum;
(3)
Jika dalam wilayah "abu-abu" tersebut tetap dijalankan oleh
Departemen Pertahanan atau Departemen Keamanan Negara, hanya saja presiden
lewat Dewan Keamanan Nasional akan menentukan siapa yang akan bertindak sebagai
leading sektornya (Departemen Pertahanan, Departemen Keamanan Negara atau
mungkin Departemen Kehakiman).
Jadi, militer secara continue akan
tetap terus mema-inkan peran di dalam mengamankan tanah air / negara melalui
misi militer ke luar negeri (overseas deployment & intellegence),
pelaksanaan misi pertahanan negara (Homeland Defense / HLD) / domestic
deployment & intellegence) dan dukungan kepada sipil (Civil Supports / CS),
serta memberi dukungan aktivitas terhadap perencanaan kesiapan keadaan darurat
(Emergency Preparedness / EP).
Selanjutnya, sementara terdapat
overlap yang signi-fikan antara peran Dephan (DOD) dan Departemen kea-manan
negara (DHS), peranan Dephan (DOD) melebar (extend) melebihi jangkauan (scope)
dari paradigma
Strategi Nasional Keamanan Negara (NSHLS).
Apapun itu, secara eksplisit dan
implisit, NSHLS sangat menekankan (distinctly emphasized) kepada serangan
teroris, serta bagaimana strategi nasional di dalam menghadapi
serangan-serangan konvensional maupun inkonvensional terhadap negara (homeland)
oleh lawan manapun (termasuk, dan tetapi tidak hanya terbatas kepada teroris
saja).
Definisi Ancaman
Ancaman dalam konteks bahasa ataupun
pada konteks ancaman dalam skala nasional, merupakan segala bentuk gangguan
langsung, tidak langsung, terlihat ataupun tidak terlihat terhadap kedaulatan;
basis-basis vital nasional (ekonomi, militer dan informasi); penduduk;
teritorial (national territory), ataupun segala bentuk usaha serangan secara
konvensional,
inkonvensional maupun asimetrik terhadap suatu bangsa dalam skala nasional (national threat to the nation).
inkonvensional maupun asimetrik terhadap suatu bangsa dalam skala nasional (national threat to the nation).
Sumber-sumber Konflik / ancaman potensial
a.
Senjata Pemusnah Massal (Bentuk lain - Nubika) seperti senjata kimia, racun,
dsb
b.
Rudal Balistik, peluru kendali, roket jarak jauh
c.
Senjata Nuklir
d.
Peredaran Senjata
e.
Space War
f.
Peredaran obat-obatan
g.
Pembajakan
h.
Kejahatan Trans-Nasional (Trans-national crime)
-
Kejahatan transnasional sebagai kedok dari war threat / engagement dengan
hubungan teror- isme dan ancaman bersenjata (pendanaan teroris, separatis dan tindakan
pembajakan serta penyelundupan bersenjata)
-
Kejahatan transnasional murni
-
Gabungan keduanya
i.
Mafia (Transnational organized crime)
j.
Peperangan Cyber
k.
Terorisme
l.
Kerusuhan
m.
Pemberontak domestik / Separatists (Internationally connected)
n.
Perebutan Sumber Daya, Energi, dan bahan baku
Aktor-aktor di dalam konflik
a. Aktor Non-negara
-
Aktor non negara dengan dukungan negara ter- tentu
-
Aktor non negara murni
Khusus untuk aktor non-negara, trend
ini harus di-waspadai dan dianalisa dengan cermat. Jika serangan militer negara
tertentu ditujukan untuk menyerang militer dan pemerintahan negara tertentu,
maka aktor-aktor non-negara ini mempunyai kapabilitas kemampuan dan potensi
militer yang bereskalasi tinggi dan dapat "mengganggu" militer dan
peme-rintahan suatu negara dengan sasaran bukan hanya terbatas militer suatu
negara tsb, tetapi juga komunitas sipil (using civil as a target).
Jika di dalam operasi militer jelas
aturan-aturan hu-kumnya, maka aktor non-negara ini bertindak melebihi
pelanggaran hukum sipil dan scope of act nya meng-andung dimensi ancaman
militer dan juga penegakan hukum dengan modifikasi-modifikasi trend / cara
bertindak yang menuntut pengkajian baru tentang definisi, kategorisasi dan
strategi di dalam menghadapi ancaman ini. Jadi dengan demikian jelas bahwa
ancaman aktor non-negara bukan hanya murni ancaman terhadap penegakan hukum
saja, tetapi juga mengandung ancaman militer yang berpotensi menginjak
kedaulatan suatu negara.
b. Aktor Negara
c. Militer Swasta (Tentara bayaran, separatis)
Karakteristik Ancaman
Seiring dengan adanya globalisasi yang
telah berim-plikasi secara langsung ataupun tidak langsung terhadap dimensi
ideologi, ekonomi, teknologi dan informasi, dan dimultiplikasi dengan struktur
politik dan ekonomi dunia pada umumnya, karakteristik dari hakekat ancaman
telah mengalami transformasi.
Sebagai konsekuensinya, ancaman yang
sebelum-nya dapat dikategorikan sebagai ancaman luar (external threats),
sekarang bisa menjelma / mentransformasikan dirinya menjadi ancaman internal
(internal threats). Oleh karenanya, sudah sepatutnya, seperti yang diterapkan
di dalam cara berpikir bangsa-bangsa lain di dunia ini dalam melihat hakekat
ancaman, maka ini harus dilihat dari seluruh konteks yang obyektif, update dan
sebenarnya, dimana mereka melihat ancaman internal sebagai satu kesatuan yang
tidak dapat di-pisahkan dari hakekat ancaman eksternal (sebab dari kondisi /
keadaan dunia yang berubah - seperti antara lain globalisasi).
Ini semua tentu akan berdampak kepada
tercip-tanya kenyataan bahwa kekuatan lawan dapat masuk ke wilayah suatu negara
tanpa harus / hanya dengan wujud militer negara tertentu tetapi memiliki
kekuatan dan dampak militer yang signifikan serta mempunyai kontribusi besar di
dalam konteks mengancam kedaulatan negara tersebut (not necessarily military
forms of threats, but has the capability and high severe impacts to the
sovereignity of a nation). Bahkan lebih jauh lagi, berdasarkan riset RAND dan
beberapa lembaga think tank di Amerika Serikat, kekuatan-kekuatan non-negara
tersebut telah beroperasi untuk mengganggu Militer suatu negara tersebut
(antara lain lewat sabotase elektronik dan bahkan opini dalam konteks Perang
Informasi Strategis).
Jadi, jika merujuk kepada
sumber-sumber ancaman di atas, maka akan banyak ditemukan jenis-jenis ancaman
dengan dimensi yang bermultiplikasi menjadi bentuk-bentuk yang memiliki dimensi
perang maupun kriminal pada saat bersamaan dengan kategorisasi yang bersifat
internal-eksternal (intenal sebagai akibat keadaan eksternal). Sebagai contoh
adalah penyebaran doktrin, perekrutan dan rencana operasi oleh kelompok teroris
tertentu di luar negeri dapat masuk ke suatu negara dengan melewati media
elektronik tanpa bisa terdeteksi oleh pemerintah suatu negara. Selanjutnya
operasi ini didukung oleh organized crime, yang tidak lain adalah bentuk lain
dari penjelmaan kekuatan bersenjata itu sendiri (sisi / bentuk lain dari
teroris atau separatis) yang memiliki karakteristik kekuatan bersenjata yang
sama dengan tentara sekalipun (trend tentara bayaran sebagai konsekuensi logis
dari derasnya arus peredaran senjata ilegal paska perang dingin yang sangat mudah
diakses oleh aktor non-militer / negara).
Oleh karenanya, dalam pendefinisian
tersebut, penting untuk memulai analisa dengan berangkat dari hakekat dasar
dari perang itu sendiri yang mencakup elemen-elemen seperti kekerasan,
perpecahan / perten-tangan, peluang, dan ketidaktentuan; yang semuanya
termanifestasikan di dalam serangkaian spektrum konflik yang terjadi.
Selanjutnya sebagaimana perang itu
sendiri merupakan konflik kepentingan politik di segala level, maka hal ini
akan tetap merupakan konflik kepentingan politik pada level operasional.
Sebagai konsekuensinya, elemen dari kekuatan militer sudah seharusnya
memain-kan peran yang sangat signifikan di dalam perang terha-dap ancaman masa
kini (emerging threats) seperti teroris-me, separatis dan penyelundup
bersenjata lainnya. Lebih dari itu, pada kenyataan lain, globalisasi bersama
dengan hal-hal lainnya telah membawa kontribusi terhadap ter-ciptanya
landasan-landasan yang subur bagi pengem-bangan terorisme atau komunis
sekalipun yang terus berusaha untuk melawan setiap perlawanan terhadap mereka.
Aktor non-negara, seperti antara lain
terorisme, telah berjuang di dalam menciptakan peluang bagi perubahan dengan
cara-cara penyerangan terhadap sipil dan negara-negara yang tidak mendukung
perju-angan mereka. Mereka bukan saja dilandasi oleh idiologi, tetapi juga
sistem organisasi dan operasional yang ekstenrif (internasional) dengan
ditunjang oleh anggota-anggota multinasional (multinational members).
Kemudian ironinya hal ini juga
ternyata terjadi pada sumber-sumber konflik lainnya. Kompleksitas telah menjadi
warna utama di dalam karakterisasi ancaman yang ada baik global, regional
maupun nasional.
Dunia tanpa batas (Interconnected
world), telah menyebabkan semakin mudahnya informasi, senjata ilegal, kejahatan
terorisme, kejahatan antar-negara, dsb untuk menyebar dengan relatif lebih
mudah dan lebih sulit terdeteksi. Selain itu mereka juga mempunyai pelu-ang
untuk masuk ke dalam bentuk-bentuk asimetrik (berwajah kriminal / sipil) dengan
tujuan untuk menyerang kedaulatan suatu negara secara efektif. Perang informasi
(penyadapan, pemetaan, pengintaian dan opini), teroris-me intenasional dengan
kemampuan yang sangat tinggi, separatis, dan infiltrasi kerusuhan merupakan
bentuk-bentuk turunan dari karakter-karakter ancaman abad ke-21. Dan
sebagaimana ancaman asimetrik ini mempu-nyai dampak yang sangat luas dan
signifikan terhadap keamanan nasional (national security), maka dapat
disimpulkan secara dini bahwa ancaman ini telah bermain pada level strategis, operasional
dan juga taktis.
Sebagai contoh adalah terorisme dengan
basis idiologi yang sangat mungkin bercampur dengan idiologi lainnya di dalam
scope internasional (adanya pemimpin-pemimpin sel di seluruh dunia yang dapat
beroperasi secara mandiri dan tanpa komando) dengan ditunjang oleh penyebaran
doktrin, perekrutan anggota, dan perin-tah serta rencana operasi yang semuanya
dengan sangat mudah dapat dilakukan lewat media internet secara terbuka ataupun
tidak (covert maupun overt). Selanjutnya karena akhirnya yang diserang adalah
kepentingan, kedaulatan dan keamanan nasional (dengan dampak politik, ekonomi
maupun psikologis secara relatif sangat signifikan), dengan menggunakan segala
fasilitas yang menunjang (pendanaan teroris / money laundering) ataupun skenario
besar kelompok tertentu untuk menyerang suatu bangsa secara nasional dan
ditunjang oleh operasi-operasi intelejen maupun operasi lainnya seperti operasi
peperangan politik (political warfare), maka sudah sangat jelas bahwa hakekat
ancaman merupakan sesuatu yang sangat kompleks (hybrid) dan harus dihadapi
secara sinergis seperti yang dilakukan oleh negara sebesar AS, Cina dan banyak
negara lainnya di dunia.
>
Pada konteks yang sama dan pada
dimensi waktu yang berbeda, bentuk-bentuk baru peperangan lainnya cenderung
dapat dilakukan pada saat damai (the peace time instead of the war time), yang
secara logis berimpli-kasi terhadap kebutuhan yang sangat mendesak akan
intelejen, militer, dan lembaga penegakan hukum yang berkapabilitas tinggi dan
bersinergi di dalam satu kerang-ka berpikir pemformulasian strategi yang dapat
menjawab tantangan dari ancaman-ancaman yang juga terus berubah di dalam hal
strategi, operasional maupun taktik.
Bahkan lebih jauh lagi, jika kita
meneropong kepada ancaman / perang itu sendiri, dengan kata lain, secara
sistematis peperangan di luar masa perang ini atau non-direct war engagement
dapat meliputi Peperangan Informasi, Ekonomi, Intelejen, Politik, dan juga
Psikologis. Sedang dari kemajuan teknologi dan warfare itu sendiri, peperangan
sudah bisa dikategorikan ke dalam peperangan modern yang mencakup Dominasi
Informasi; Persenjataan presisi tajam;
Tranformasi C2 (Kodal) menjadi C4ISR
(Command, Control, Communications, Computer system, Intellegent, Surveillance
& Recoin-naissance); Konsep Few war casualties; dan The Civilization of
war.
Strategi Cina
Sekilas tentang Cina, pemerintah dan
militer Cina telah membaharui strateginya di dalam peperangan bersenjata dan
tidak bersenjata (non-war engagement). Sebagai contohnya adalah strategi
suksesnya proses liberalisasi ekonomi dan efektivitas kinerja konter-intelejen
Cina yang ditulang punggungi secara cukup signifikan oleh pihak militer dan
intelejen Cina. Secara singkat, Cina mempunyai konflik-konflik tertentu dengan
AS, tetapi di lain hal mempunyai hubungan ekonomi yang relatif signifikan
dengan negara adi daya tersebut. Berda-sarkan data yang dimiliki oleh PBB dan
Bank Dunia, Cina telah berhasil menyalip AS dalam hal penerimaan penanaman
modal asing (periode 2000) dan selalu berada di posisi dua besar dunia pada
periode 5 tahun terakhir. Selanjutnya pertumbuhan ekonomi Cina termasuk sangat
pesat (boosting economic growth), dengan laju pertumbuhan GDP di atas rata-rata
negara emerging lainnya seperti eks eropa timur dan negara dunia ketiga.
Lebih jauh mengenai Cina adalah
tentang relatif kuatnya fondasi Cina di dalam mengadopsi liberalisasi sampai
saat ini. Dari sisi lainnya pada proses liberalisasi di Cina, ternyata proses
negosiasi dalam masalah penjualan dan pembelian aset (baik swasta maupun
nasional / apalagi yang merupakan aset strategis seperti antara lain informasi
sebagai salah satu sumber kekuatan nasional) ternyata merupakan sesuatu yang
sentralistik, cukup pelik dan secara terbuka atau tidak telah melibatkan
pertimbangan unsur-unsur militer dan non-militer lainnya di dalam proses
negosiasi dan pengambilan keputusan (Taiwan research report on China, Chinese
Military roles in the war on terrorism, International Business: FDI in China,
2002).
Jadi, sekalipun ini adalah masalah
liberalisasi ekonomi, kita perlu belajar dari Cina dalam hal pengerahan
strategi besar secara menyeluruh. Cina telah menjadi besar dari hal ekonomi
begitu juga relatif berhasil di dalam hal menjaga gatra pertahanan dan
keamanannya, mengingat Cina sangat identik dengan masalah keamanan dan
pertahanan internal negaranya (seperti pertikaian etnik, politik, teroris dan
separatis yang tidak hanya terkonsentrasi di Xinjiang atau Tibet, dan merupakan
masalah kompleks yang dihadapi oleh pemerintah komunis Cina).
Banyak hal memang yang mempengaruhi
keadaan ini. Memang selain Cina ditunjang oleh hukum yang kuat, tetapi
cara-cara Cina di dalam pengerahan kekuatan militer dan non militer secara
sinergis di dalam menjaga stabilitas keamanan nasional secara menyeluruh,
merupakan suatu gambaran bahwa pada dimensi-dimensi di luar pertahanan-keamanan
tersebut, peluang terjadinya peperangan intelejen dan politik yang berimplikasi
langsung terhadap pertahanan dan keamanan itu sendiri, dan akhirnya
berimplikasi kepada gatra ekonomi, adalah sangat mungkin terjadi dan harus
disikapi dengan upaya sinergi bersama secara sistematis dalam satu rangkaian
besar Keamanan Nasional (China's role in the war on the terrorism, China and
People's Liberation Army and China in Transition by National Defense
University).
Dengan demikian, sebagaimana seiring
dengan keadaan yang berubah ini, dan semakin lebih mudahnya pihak asing manapun
untuk masuk ke suatu negara pada era globalisasi ini, maka seperti yang banyak
dilakukan oleh negara negara lainnya di dunia seperti AS atau Cina, konsep
sinergi merupakan salah satu solusi terbaik bagi pemecahan masalah penanganan
ancaman yang sangat kompleks dan sangat bertalian satu sama lain (hybrid) dalam
dimensi waktu maupun bentuk / wujud ancaman yang dihadapi oleh suatu negara.
Cara berpikir yang efektif di dalam konteks pencapaian tujuan negara tersebut
sudah seharusnya menjadi dasar bagi pemformulasian dan pengerahan strategi dan
sumber daya di dalam menghadapi trend dan strategi lawan yang terus berubah.
Pembentukan Departemen Keamanan Negara di AS yang terdiri dari unsur-unsur
militer, penegak hukum, intelejen, dan unsur-unsur lainnya telah menjadi
partner Departemen Pertahanan dan Kehakiman dalam rangka mewujudkan keamanan
dan pertahanan negara, yang adalah misi utama dari Keamanan Nasional itu
sendiri.
Artinya, jika sinergi itu relatif
sudah bisa terbukti efektif dan juga efisien (dalam hal penggunaan sumber daya
dan pengerahan strategi) dalam rangka menjawab tantangan yang ada, sebagaimana
yang dilakukan oleh AS dan Cina sekalipun, maka bangsa Indonesia sudah
seharusnya berpikir sinergis dan prediktif jauh ke depan, dan tidak memandang
ancaman sebagai musuh institusi tertentu, melainkan sebagai musuh bersama yang
harus dihadapi secara koordinatif dan sinergis dan diterapkan sesuai konteks
keadaan bangsa kita sendiri.
Akhirnya, mengingat bahwa kesalahan di
dalam membaca / memahami trend dan bentuk-bentuk serta karakteristik ancaman
akan mengarah kepada perumusan strategi yang tidak tepat di dalam menghadapinya,
dimana ini sebaliknya akan beresiko tinggi (highly adversed & more likely
negative reactions / impacts) terhadap Keamanan Nasional secara keseluruhan.
Oleh karenanya, dalam memahami dan mengerti tentang semua fenomena ini,
idealnya tidak dicampur dengan kepentingan institusi-institusi tertentu dalam
menambah dan mempertahankan wilayah kekuasaannya dan dengan ditunjang oleh
justifikasi dan premis yang tidak tepat dan komprehensif, yang akhirnya malah
bisa mengancam / berdampak negatif terhadap keamanan nasional itu sendiri.
* Penulis adalah Analis dan Dosen, Jakarta