KONTROVERSI KRISTOLOGIS
Oleh L. Berkhof
Diterjemahkan oleh:
Drs. H. Thoriq A. Hindun
Masalah
Kristologis dapat didekati dari segi teologi dan dari segi soteriology.
Walaupun Bapak Gereja yang terdahulu tidak kehilangan pandangan mengenai
landasan soteriologis mengenai doktrin Kristus, tetapi mereka tidak menonjolkan
hal tersebut dalam pembahasan-pembahasan pokoknya. Napas dari kontroversi
trinitarian merupakan landasan pendekatan studi mengenai Kristus dari segi
teologi saja. Keputusan-keputusan yang menimbulkan kontroversi trinitarian,
yakni bahwa Kristus sebagai putra Allah (Allah anak) adalah konsubstansial
dengan Father (Allah Bapak) dan oleh karena itu merupakan very God, hal ini
menimbulkan pertanyaan mengenai hubungan antara ketuhanan dan kemanusiaan dalam
Kristus Kontroversi Kristologis yang terdahulu tidak menyajikan suatu pembaharuan
yang mendatangkan kebaikan.
Nafsu sering
dituruti, intrik-intrik yang tidak layak juga sering memainkan suatu bagian
penting, dan bahkan kekerasan juga kadang-kadang dilakukan. Jadi dapat dilihat
bahwa suasana seperti tersebut di atas hanya dapat menimbulkan error, dan
kontroversi ini menimbulkan suatu formulasi mengenai doktrin dari person of
Christ yang masih dianggap sebagai standar sekarang ini. Holy Spirit (Rohul
Kudus) telah membimbing Gereja, ke dalam suasana kebenaran yang nyata, walaupun
bimbingan tersebut sering shame dan confuse (membingungkan). Ada beberapa klaim
bahwa Gereja tersebut terlalu banyak berusaha mendefinisikan atau menjelaskan misteri yang berasal dari
seluruh definisi terdahulu. Namun demikian, akan lahir dalam pemikiran bahwa early Church (Gereja terdahulu)
tidak mengklaim mampu untuk menembus kedalaman dari doktrin yang maha besar
ini, dan tidak berpura-pura untuk memberikan suatu solusi mengenai masalah
inkarnasi dalam rumusan Chalcedon. Hal tersebut hanya merupakan kebenaran
terhadap kesalahan teori saja, dan untuk memberikan suatu rumusan mengenai
konstruksi kebenaran yang sejati.
Gereja
melakukan penelitian mengenai
konsepsi tentang Kristus, yang dipertimbangkan terhadap hal-hal berikut:
a. Kebenaran
tentang kematian Kristus;
b. Kebenaran
mengenai kemanusiaan Kristus;
c. Gabungan
dan kematian dan kemanusiaan dalam satu person, dan
d. Perbedaan
nyata dari kematian dan kemanusiaan dalam satu person.
Jelas bahwa
sepanjang requirement ini tidak dipenuhi atau hanya sebagian dipenuhi maka
konsepsi mengenai Kristus akan menjadi tidak sempurna (defective). Seluruh
bid'ah Kristologis yang timbul dalam Gereja terdahulu berasal dari kegagalan
untuk menggabungkan seluruh elemen-elemen ini dalam doctrinal statement mengenai
kebenaran. Ada beberapa orang yang menyangkal secara keseluruhan atau sebagian
mengenai kebenaran kematian Kristus, dan ada yang membantah secara keseluruhan
atau sebagian mengenai kebenaran
dari kemanusiaan Kristus. Beberapa orang menekankan keesaan dari person dengan
mengorbankan dua nature lainnya, dan yang lainnya menekankan perbedaan karakter
dari dua nature dalam Kristus dengan mengorbankan keesaan dari person.
a. Latar Belakang
Kontroversi
ini juga mempunyai akar-akar di masa lalu. Monarki-monarki Ebionites, Alogi,
dan Dynamic membantah kematian Kristus, dan monarki Docetae, Gnostics serta
Modalests menolak kemanusiaan Kristus. Secara sederhana mereka menolak salah
satu bentuk problem. Sedangkan yang lainnya, yang kurang radikal, membantah
baik kematian maupun kemanusiaan yang sempurna dari Kristus. Bangsa Aria membantah
bahwa Son-Logos , yang berinkarnasi dalam diri Kristus, memiliki Ketuhanan yang
mutlak. Sebaliknya Apollinaries, yang merupakan seorang Bishop dari Laodicea
(390 dc), membantah kebenaran kemanusiaan dari Yesus Kristus. Dia
(Apollinaries) membuat konsep mengenai man (manusia) yang terdiri atas raga,
jiwa dan roh, dan merupakan solusi masalah mengenai dua nature dalam Kristus
menurut teori yang ditempatkan Logos pada human pneuma (spirit).
Menurut
pendapatnya lebih mudah untuk mempertahankan keesaan dari person of Christ,
jika Logos diakui sebagai orang yang lebih banyak menempatkan prinsip rasional
dalam man. Terhadap Arius dia mempertahankan kebenaran dari ketuhanan Kristus,
dan mempertahankan atau memperkokoh ketidakberdosaan Kristus dengan jalan mensubstitusi
Logos pada human pneuma yang dianggapnya sebagai tempat dosa. Menurut
pendapatnya suatu human nature yang lengkap secara alamiah haruslah sinfulness
(penuh dengan dosa). Lagi pula, dia berusaha untuk membuat inkarnasi yang dapat
dipikirkan dengan jalan mengasumsikan suatu kecenderungan eternal pada
kemanusiaan dalam Logos himself sebagai archetypal man. Tetapi solusi dari
Apollinares ini tidak memuaskan, oleh karena sebagaimana yang dikatakan Shedd
"bilamana bagian rasional dipisahkan dari bagian manusia, maka manusia
tersebut menjadi idiot dan brutal." Namun demikian tujuannya dapat dipuji
dalam hal usahanya untuk memperkokoh keesaan dari person dan ketidakberdosaan
Kristus.
Akan
tetapi ada oposisi terhadap solusi permasalahan yang diajukan oleh
Apollinaries. Cappadocians dan Hilary of Poitiers mempertahankan bahwa jika
logos tidak dianggap human nature dalam integritasnya, maka dia tidak mungkin menjadi redeemer yang
sempurna bagi kita. Sejak seluruh orang yang berdosa diperbaharui (ditebus), maka
Kristus dianggap sebagai human nature secara keseluruhan, dan bukan merupakan
bagian sederhana yang tidak penting dari human nature tersebut.
Mereka
juga menunjukkan bagian atau unsur docetic dalam pengajaran Apollinaries. Jika
tidak ada real human dalam diri Kristus, maka tidak akan ada real probation dan
tidak ada real advance dalam kemanusiaan Kristus. Akan tetapi, para penentang
Apollinaries bahkan menekankan kemanusiaan yang lengkap dari Kristus, membuat
konsep atau menganggap hal ini sebagai yang tertutupi oleh bayang-bayang
Ketuhanan dari Kristus. Gregory of Nyssa berkata bahwa daging Kristus telah
diubah dan hilang seluruh sifat-sifat awalnya karena bersatu dengan Ketuhanan.
Salah satu hasil dari preliminary dari kekecauan ini adalah bahwa Synod
of Alexandria pada tahun 362 menunjukkan adanya jiwa manusia dalam Kristus.
Kata "jiwa" (soul) dipergunakan oleh Synod sebagai unsur nasional
yang inklusif, yang disebut oleh Apo,llinaries sabagai pneum atau nous.
b. Pembagian Kontroversi
1) Nestorian Party
Beberapa
di antara Gereja terdahulu mempergunakan ekspresi yang tampaknya menyangkal
adanya dua nature dalam Kristus dan mempostulasikan suatu nature yang tunggal
yakni "inkarnasi yang menarik." Dari segi pandangan ini Maria sering
dinamakan sebagai theotokos, ibu dari tuhan. Sekolah Alexandria khususnya
menolak kecenderungan ini. Sebaliknya, sekolah Antioch berada pada kutub
pandangan yang lain. Hal ini khususnya terjadi dalam pengajaran dari
Theodore of Mopsuestia.
Dia
mengambil titik awalnya dalam kemanusiaan yang utuh dari Kristus serta realita
sempurna dari pengalaman kemanusiaan Kristus. Menurut pendapatnya (Theodora),
sebenarnya Kristus berjuang dengan human passion, melalui berbagai godaan, dan
keluar sebagai pemenang. Dia (Kristus) mempunyai kekuasaan untuk mencegah dirinya dari dosa atau
membebaskan dirinya dari dosa melalui (a) kelahirannya yang suci, dan (b)
kesatuan dari kemanusiannnya dengan ketuhanan Logos.
Theodora
menyangkal perlunya indwelling dari Kristus, dan membolehkannya hanya untuk
indwelling moral. Dia tidak melihat adanya perbedaan yang penting tetapi hanya
ada perbedaan derajat antara indwelling of God dalam Kristus dan yang percaya
(believer). Pandangan ini benar-benar mensubstitusi inkarnasi moral indwelling
pada Logos dalam diri Yesus. Meskipun begitu, Theodore enggan untuk membuat
kesimpulan apakah pandangannya tak dapat dihindarkan, bahwa ada personalitas
yang ganda dalam Kristus, dua person di mana terdapat suatu gabungan moral. Dia
berkata bahwa gabungan tersebut sangat erat sehingga kedua-duanya dapat
berbicara sebagai satu person, sebagaimana halnya suami dan istri dapat disebut
satu tubuh.
Pengembangan
logika dari pandangan Antiochian dapat dilihat dalam Nestorianism. Nestorius
mengikuti jejak Theodore yang menyangkal bahwa bentuk theotokos dapat
benar-benar diterapkan pada Maria dengan alasan yang sederhana bahwa dia hanya
melahirkan seorang anak laki-laki yang telah ditetapkan oleh Logos. Walaupun
Logos tidak melukiskan kesimpulan yang layak bahwa diikuti dari posisi ini,
namun penentangnya yaitu Cyril memberikan kepadanya tanggung jawab atas
kesimpulan tersebut. Dia menunjukkan bahwa, (a) jika Maria bukan theotokos,
yakni ibu seorang, dan orang itu adalah tuhan maka asumsi dari seorang human
being tunggal pada fellowship dengan Logos disubstitusikan dari inkarnasi dari
God; (b) jika Maria bukan theotokos, maka hubungan antara Kristus dengan
kemanusiaan akan berubah, dan dia tidak lebih dari redeemer of mankind. Para
pengikut Nestorius tidak ragu-ragu untuk membuat kesimpulan tersebut di atas.
Nestorianism
adalah defektif (tidak sempurna), ketidaksempurnaan ini bukan dalam doktrin
dari dua nature dalam Kristus, tetapi dalam satu person. Baik kebenaran dari
kematian ataupun kebenaran dari kemanusiaan adalah diakui, tetapi kedua hal tersebut
tidak dikonsep dengan suatu cara sebagaimana halnya membentuk suatu kesatuan
yang nyata dan mengkonstitusi seorang person yang tunggal. Kedua nature
tersebut juga merupakan dua person. Pentingnya perbedaan antara nature sebagai
substansi yang dimiliki secara umum dan person sebagai suatu substansi yang
relatif independen dari nature tersebut, adalah benar-benar tidak diakui.
Perihal
perpaduan dua nature (sifat) dalam kesadaran akan diri yang tunggal, maka
Nestorianism menempatkan perpaduan tersebut berdampingan dengan setiap lainnya
tanpa melebihi gabungan moral dan simpatik di antaranya. The man Christ
bukanlah God, tetapi God-bearer, theophoros, yaitu pemilik Godhead. Kristus
dipuja, bukan karena Kristus adalah God, tetapi karena God ada dalam diri
Kristus. Pendirian Nestorianism yang kuat ini yaitu pendirian yang melakukan
pencarian keadilan sepenuhnya akan kemanusiaan Kristus. Pada waktu yang bersamaan
tersebut pendirian itu bertolak belakang dengan seluruh scriptural proofs untuk
kesatuan person dalam mediator. Pendirian tersebut mengabaikan Gereja dengan
contoh agung akan kesalehan sejati dan moralitas akan human person of Yesus,
tetapi menggali pendirian divine human Redeemer, menggali sumber seluruh
kekuasaan atau kekuatan spiritual, keagungan, dan penyelamatan.
2) The Cyrillian Party
Oponen
Nestorianism yang paling menonjol adalah Cyril of Alexandria. Menurutnya Logos
mengasumsikan sifat itu dalam keesaannya, agar mendapatkan kembali, walaupun
demikian hanya membentuk personal subject dalam Godman. Terminologinya tidak
selalu jelas atau benar. Di salah satu pihak dia menjelaskan kesederhanaan
bahwa Logos mengasumsikan sifat kemanusiaan, agar ada dua sifat dalam diri
Kristus, yang menyimpulkan gabungan mereka yang tak dapat dipisahkan dalam satu
person of the logos, tanpa adanya perubahan dalam sifat-sifat tersebut. Tetapi
dia juga menggunakan pernyataan dengan menekankan kesatuan dua sifat dalam
Kristus dengan menggunakan mutual communication of attributes, dan penjelasan
akan person of Christ seakan-akan merupakan keesaan resultan. Pengertiannya ini
sungguh jelas menentang Nestorianism, karena dia menekankan keesaan person of
Christ. Sesungguhnya tiga ketentuan di atas yang dia jelaskan tersebut sesuai
dengan catholic doctrine of the day, yaitu: (a) the inseparable conjunction of
the two natures; (b) the impersonality and dependence of the manhood, di mana
Logos menggunakannya sebagai His instrument; dan (c) keesaan dan keabadian
person in Christ.
Walaupun
kadang-kadang dia menyatakan, untuk mempertimbangkan kesalahan Eutychian selanjutnya.
Dia menggunakan istilah phusis (nature) hanya pada Logos, dan tidak pada
kemanusiaan Kristus, sehingga penggunaannya sebagai sinonim hypostases. Ini
memberikan beberapa kesempatan untuk menggunakan doktrinnya, setelah inkarnasi,
yaitu hanya ada satu sifat divine human Kristus dan memungkinkannya bagi
Monophysites mempertimbangkan dirinya, apabila mereka ingin untuk
membuktikannya, sebagaimana adanya hanya satu person, maka oleh karena itu ada
juga hanya sifat mediator yang tunggal. Mereka melanjutkan pertimbangan atas
dirinya walaupun penolakan kuat akan beberapa gabungan sifat tersebut.
The Council of Ephesus melakukan suatu kompromi dengan mempertahankan bahwa di
satu pihak theotokos dapat diberlakukan bagi Maria dan di lain pihak menegaskan
doktrin mengenai dua nuture Kristus yang berbeda.
3) Eutycian Party
Banyak
di antara pengikut Cyrill merasa tidak puas. Banyak di antara mereka yang tidak
menghargai doktrin mengenai dua nature yang berbeda. Eutyches mendukung
penyebab dari teolog Alexandrian di Konstantinopel, Euthyches merupakan seorang
rahib tua yang mempunyai pendirian yang tidak seimbang dan merupakan seorang
antinestorian. Menurut Theodora dia mempertahankan pengaruh atribut manusia
yang berassimilasi dengan Tuhan dalam Kristus baik dengan jalan penyerapan
human nature dalam Ketuhanan maupun fusi dari dua nature tersebut, dengan
demikian maka dia (Kristus) punya tubuh tidak konsubstansial dengan apa yang
kita miliki (tubuh) dan dia (Kristus) bukan merupakan human yang seperti dalam
pengertian sehari-hari. Dia memohon kepada Leo yang merupakan seorang Bishop di
Roma karena dia dihukum (dikucilkan) oleh Council of Constantinople pada tahun
448. Setelah Leo menerima laporan lengkap mengenai kasus ini dari Flavian yang
merupakan Bishop Konstantinopel dan telah mengemukakan pendapatnya maka dia
mengalamatkan atau menunjukkan celebrated tome-nya kepada Plavian. Oleh karena
tome ini sangat berpengaruh kepada formula Kaledonia, maka perlu diketahui
poin-poin utamanya yakni sebagai berikut: (a) Ada dua nature dalam Kristus,
kedua nature ini berbeda secara permanen; (b) Kedua nature tersebut bersatu dalam
satu person, masing- masing nature tersebut memiliki fungsi sendiri-sendiri
dalam kehidupan inkarnasi; (c) Dari kesatuan nature dalam person tersebut
terjadi komunikasi (comunicatio idio-matum); (d) Pekerjaan atau tugas penebusan
membutuhkan suatu mediator baik manusia dan Tuhan, passible dan impassible,
mortal dan immortal. Inkarnasi merupakan suatu tindakan merendahkan diri dari
Tuhan, tetapi dalam merendahkan diri tersebut Logos tidak berlaku seperti very
God. Forma servi tidaklah mengurangi atau menurunkan formadei; (e) Kemanusiaan
dari Kristus adalah permanen, dan penyangkalannya mengimplikasikan suatu
penyangkalan docetic yang realitas dari penderitaan Kristus. Hal ini
benar-benar merupakan suatu ikhtisar dari Kristologi Barat.
4) Keputusan dari Council Chalcedon
Setelah
beberapa Council lokal menemukan, membenarkan, dan menyalahkan Eutyches, maka
ecumenical Chalcedon (Council-nya) melakukan sidang pada tahun 451, dan permasalahan
utama dalam sidang tersebut adalah doktrin mengenai person of Christ. Hal ini
dibaca sebagai berikut:
"Kita, pengikut Holy Father's seluruhnya dengan satu consent, mengajar orang untuk
mengakui satu dan Same Son yakni Yesus Kristus (Tuhan Yesus Kristus), yang sempurna dalam Godhead dan
juga sempurna dalam manhood; dia merupakan truly God dan juga merupakan truly
man, karena mempunyai jiwa dan tubuh; konsubstansial dengan Father menurut
Godhead, dan konsubstansial dengan kita menurut manhood; dalam segala hal dia
sama dengan kita, tapi dia tanpa dosa; diperanakkan sebelum all ages dari
Father sesuai dengan Godhead, dan pada hari-hari terakhir ini, untuk kita dan
untuk keselamatan kita, maka dia dilahirkan dari perawan Maria, yakni Mother of
God, sesuai dengan manhood; one and the same Christ, Son, Lord, (hanya
diperanakkan untuk berada dalam dua nature, inconfusedly (assugutos), kekal
(tidak berubah-ubah/atreptos), tak dapat dipisahkan (adiairetos), inseparable
(tidak dapat dipisahkan = archoristos), perbedaan dari nature tersebut tidak
berarti oleh karena mereka bersatu, tetapi sifat-sifat dari masing-masing
nature tetap tampak dan bergabung dalam satu person dan satu substansi, tidak
terpisah atau terbagi dalam dua person tetapi hanya dalam one and the same Son,
yang hanya dilahirkan, God the Word, the Lord Yesus Christ sebagai rasul telah
diberitakan dari sejak mula,
dan Lord Yesus Christ Himself memikirkan manusia dan Creed of Holy Fathers
telah menurunkan dia untuk kita!"
Implikasi-implikasi
yang paling penting dalam statement ini adalah sebagai berikut:
a)
Sifat-sifat dari kedua nature tersebut disandang oleh satu person, misalnya
keterbatasan pengetahuan dan kemahatahuan.
b)
Penderitaan dari Godman dapat dianggap sebagai penderitaan yang truly dan
really infinited, sedangkan menurut nature ketuhanan hal tersebut tidaklah
mungkin;
c) Yang
merupakan dasar dari basis yang membentuk personalitas Kristus adalah divinity
(ketuhanan) bukan humanity (kemanusiaan);
d) Logos
tidak bersatu dalam seorang human individual yang berbeda, tetapi bersatu
dengan satu human nature. Tidak ada seorang individual man yang pertama dengan
siapa second person dalam Godhead bersatu dalam diri-Nya. Kesatuan tersebut
dipengaruhi dengan substansi humanitas dalam diri perawan.
2.
Kontroversi Tahap Kedua
a. Kekacauan setelah keputusan Council
Council
Chalcedon tidak menetapkan akhir dari perselisihan Kristologis, berbeda dengan
Council of Nicaea yang berhenti pada kontroversi trinitarian. Mesir, Syria dan Palestina merupakan tempat
tinggal banyak di antara pengikut fanatik dari penentang Eutychian, sedangkan Roma
bahkan semakin menjadi pusat Orthodoxy. Dalam kenyataannya, proses perkembangan
dogmatis pertama-tama berasal dari Timur dan berkembang ke Barat. Setelah
Council Chalcedon mengikuti Cyrill dan Eutychus, maka mereka disebut
Monophysites, oleh karena mereka mengakui union Christ mempunyai suatu nature
yang komposit, tetapi menolak bahwa Kristus mempunyai dua nature karena mereka
menganggap bahwa dua nature yang berbeda tersebut haruslah melibatkan suatu
dualitas person.
Ada
suatu perjuangan yang berkepanjangan dan berliku-liku antara kedua pihak yang
berbeda ini. Bahkan kaum Monophisit tidak seluruhnya sepakat atau sependapat
dengan mereka sendiri. Oleh karena itu mereka terbagi-bagi dalam beberapa
sekte, yang mempunyai nama sendiri-sendiri kata Dr. Orr, "hal tersebut
telah cukup memberikan cold shifer kepada seseorang." Theophaschisitis
menekankan kenyataan bahwa God menderita; Phthartolatrists adalah sekte yang
paling dekat dengan formulasi Chalcedon, dan menekankan fakta bahwa human
nature dari Kristus sama dengan human nature yang kita miliki yaitu yang dapat
menderita, dan oleh karena itu dikatakan bahwa merupakan human nature dapat
disuap; dan sekte Aphthartodocetists adalah sekte yang mewakili pandangan
sebaliknya, katakanlah bahwa pandangan tersebut menganggap human nature dari
Kristus tidak konsubstansial dengan human nature kita tetapi merupakan human
nature yang diberkati dengan nama tuhan, dan oleh karena itu merupakan human
nature yang tidak berdosa, imperishable dan tidak dapat disuap.
Yang
paling gigih mempertahankan Teologi Chalcedon adalah Leontius of Bizantium. Dia
menambahkan suatu unsur ke dalam konstruksi dogmatis dari doktrin Kristus, hal
ini lebih banyak dilakukan oleh John of Damascus. Point-point dari hal tersebut
adalah penolakan atas Nestorianism akan menimbulkan ide mengenai adanya
impersonal independent dalam human nature dari Kristus. Hal tersebut
dilaksanakan dengan menggunakan bentuk-bentuk Anuposthasis dan Anupostesia.
Oleh karena itu Leontias menegaskan bahwa human nature dari Kristus adalah
Enupostasia, bukan impersonal tetapi inpersonal, memiliki substansi personalnya
dalam Person of the Son of God dari inkarnasi yang singkat.
Pada
tahun 553 kaisar Justinianus memanggil oikumene (konsultannya) ke V di
Konstantinopel, yang merupakan monophisites dalam pengucilannya dalam tulisan
Theodore, tetapi tidak disukai karena dikutuk oleh penganggap bahwa konsul
Kaledonia melakukan hal yang sangat salah dengan pengucilan tersebut.
b. Asas tunggal yang bertentangan
Di
dalam asas tunggal selalu ada pertentangan-pertentangan, pada lembaga-lembaga
tersebut terdapat tanda yang menjadikan di sekitar itu adanya suatu percakapan
atau diskusi yang tidak harmonis. Setiap pertanyaan yang penting tidak dapat
dijawab, bukan saja mengenai alam tetapi juga masalah pembangkitan di dalam
Kristen, masalah ini yang harus dipecahkan di setiap pertanyaan yang seringkali
disampaikan oleh seseorang dan sering pula yang disampaikannya itu tentang
alam.
Dalam
hubungan ini atau keadaan yang semacam ini sangat penting pertanyaan tersebut
selalu dilontarkan
sekalipun yang sudah lampau apalagi yang baru terjadi, hal ini adalah suatu
pertanyaan yang wajar meskipun di sana terdapat dua Kristen (KP-KK), apabila
kita yang mengatakan hal semacam itu berarti sama saja dengan merampas hak
mereka (jemaat Kristen) yang betul-betul sudah ada dalam asasi itu, lagi akan mempengaruhi dan merindukan
terhadap alam tersebut. Itulah salah satu hal kemanusiaan Kristen yang telah
menjadikan suatu inkarnasi pada Tuhan.
c. Bentuk doktrin yang dicetuskan oleh John
of Damascus
John
Damascus adalah seorang ahli agama dari gereja Yunani dan dia mencapai
puncaknya dalam perkembangan sesuatu agama yang terpenting untuk dibuat
sebagaimana yang telah dilakukan dari doktrin pribadi Kristen. Menurut dia
bahwa logos itu adalah salah satu pemasukan dari kemanusiaan alam dan tidak
ragu-ragu bahwa Yesus bukan pemasukan dari logos (bukan simbol), artinya logos
itu adalah satu formalitas
untuk mengoreksi pada kesatuan dari dua alam tadi, Logos juga bukan pemasukan
dari kemanusiaan perorangan dan bukan pemasukan kemanusiaan alam yang utama, akan
tetapi, merupakan suatu kemanusiaan pribadi, kemanusiaan alam tatkala seseorang
yang jiwanya belum berkembang atau sebagai hipotesis mereka, melalui persatuan
pada Logos tadi adalah sesuatu kekuatan kepada orang bahwa Logos itu datangnya
dari Bunda Maria. Kemudian kekuatan wujud manusia dalam diri Kristus mempunyai
kemerdekaan pribadi bagi mereka, wujud pribadi itu melalui Logos dan ilustrasi
dua alam tersebut dalam Kristen.
Menyatukan
badan dengan jiwa pada seseorang, itulah asal mulanya ibadah dalam kemanusiaan
Kristen yang menghubungkan tanda-tanda ibadah pada perikemanusiaan alam kelak
kemudian mereka boleh berkata bahwa Tuhan itu yang menghukum atau mengazab
disebabkan ibadah tersebut.
Alam
perikemanusiaan itu hanya mempunyai efek yakni mendapatkan kemurnian secara
pasif (ibadah yang tidak sampai karena kurang khusuk, anak Tuhan itu mempunyai
suatu hal yang lengkap dalam pribadi kemanusiaannya, maka dia itu adalah
menjadi pujian atau pujaan dalam Gereja. Menurut pendapat itu adalah suatu
ikatan yang besar dari kemanusiaan pada Yesus bagaikan kedudukan suatu organ,
hal itu diizinkan atau disepakati
oleh dua kajian alam tadi dimana undang-undang dari salah satunya akan
menyangkut pada setiap alam dan hal ini pula segala sesuatu yang ada di dalam
agama Kristen adalah hak kemanusiaannya. Selain dari itu, kedua yang sama tadi
dianggap benar oleh Prosodium Nastarion.
Akibatnya
atau hasil permasalahan itu akan membangkitkan atau membuahkan ilmu "Asas
Tunggal" sebagai indikasi mereka yang memulai dari satu persatuan pribadi
menjadi sesuatu hal yang dikehendakinya. Doktrin ini juga mengambil dari bentuk
kemanusiaan yang akan dianugerahkan sebagai tanda ucapan terima kasih di dalam
memuja kelak kemudian hari, maka ucapan itu akan mendapat pahala atau diterima
jika benar-benar dan akan ada sanksinya jika salah atau tidak khusuk, hal itu
adalah suatu cara dari mereka beribadah yang mengandung perikemanusiaan, ilmu
dari asas tunggal itu disebut Duothlites. Hal itu mereka ambil dari dua
keyakinan, keyakinan alam dan keyakinan yang terpilih pada waktu sekarang dalam
dua keinginan atau anugerah dalam Kristen.
Jadi ilmu dari asas tunggal tadi adalah suatu peluang dari mereka untuk
mempersatukan dari kehidupan seseorang dalam umat Kristen.
Pada
suatu waktu, bentuk kekuatan yang dipakai dalam kontroversi dalam penyempurnaan
kehendak hal itu akan segera menjelma sebagai bentuk yang lebih definitif, hal
itu akan timbul di dalam pikiran tetapi, kata-kata will (kabul) dipakai dalam
hayalan di luar dugaan segeralah diucapkan artinya kabul atau will itu merasa
sudah menjelma untuk menentukan hal itu, maka kita pilih di antara benar dan
salah. Sekalipun sering kali menggunakan istilah will di luar hayalan
semata-mata hanyalah untuk mengisi insting, nafsu biasa atau juga nafsu yang
berlebihan, yang membawa efek bagi mereka itu terserah mana yang ingin
dilakukannya. Semuanya itu diliputi dalam bentuk rasa selalu dikabulkan, pada
kontroversi kuno dengan demikian akan menimbulkan suatu pertanyaan, apakah
Kristen itu sempurna sepanjang zaman, tidak menakutkan atau mengagetkan dalam
penderitaan dan mati. Di dalam jenis kemanusiaan maka Kristen itu akan
memberikan perikemanusiaan di dalam tingkah laku mereka.
Pada abad ke 6 salah satu lembaga di
Konstantinopel (680) merupakan salah satu anjuran dari Pastur di Roma, dia
mengadakan doktrin tentang dua keinginan dan dua kekuatan sebagaimana kedudukan
pada masa Ortodox, akan tetapi juga diputuskan bahwa kemanusiaan harus selalu
disamakan sebagai induk ibadah. Pendapat yang dicetuskan di dalam kemanusiaan
atau persatuan ini dengan ibadah tidak menjadi kurang dalam kemanusiaan tetapi
tingkat kesempurnaannya dari persatuan itu pun selalu menjadi pemegang peranan
untuk menyempurnakan keharmonisan.
d. Ilmu kekristenan dalam Gereja Barat
Perbandingan
Gereja Barat masih kurang sempurna tanpa adanya kajian oleh bangsa Timur.
Seluruh pemikiran Barat tidak memuaskan di dalam hubungannya baik di waktu
mendiskusikan pertanyaan-pertanyaan yang perlu dijawab secara mendalam oleh berbagai macam
ahli filosof Barat yang terampil dan tidak diragukan keaktifannya beribadah di
dunia Barat. Perpindahan baru dari ilmu Kristen telah ditemukan dan timbul di
Spanyol pada abad ke 7 & 8, namanya disebut Adoptionist Controversy, bentuk
itu memaparkan keakraban orang Prancis sejak
utusan dari Toloda mengumumkan pada tahun 676, bahwa Kristen adalah salah satu
perintis pengangkatan Doktrin Kelix, salah seorang Pastur dari Urgela, dia
mengatakan bahwa Kristen merupakan pelaksanaan ibadah manusia secara alami
(agama tauhid) bahwa itu adalah Logos. Dia hanya sebagai anak dari Tuhan dalam
bayangan alam saja tetapi Kristen adalah kemanusiaan di samping anak Allah yang
diangkat atau dinobatkan. Kini ia dicari oleh sekelompok manusia atau oleh
perorangan pribadi dan pada kenyataannya merupakan suatu penekanan dari waktu
ke waktu, padahal, kenyataannya dia itu adalah anak manusia dan diambil sebagai pribadi
anak Allah.
Teori
ini membuat suatu perdebatan di antara alam dan anak Allah dahulu, jadi hal ini
dapat dijelaskan tujuan mereka itu adalah untuk melestarikan yang dua tadi,
agar dirinya diakui sebagai anak Allah. Di dalam tuntunan naskah yang
menunjukkan bahwa Kristen itu adalah seorang anak kepada ayahnya dan pada
kenyataannya kepercayaan itu dijadikan anak pada ayah dan selalu disebut
persaudaraan atau persahabatan pada Kristen. Umumnya di dalam Kristen disebut
anak Allah dan itu hanya bayangan belaka, supaya penerangan tersebut dapat
dimengerti dan diterima. Dan supaya menerangkan dalam arti lebih lanjut serta
menimbulkan rasa kepercayaan atau keyakinan pada umat manusia, tatkala Kristus
dilahirkan di Betlehem dan sebagai tempat kelahirannya agama itu maka pada
waktu itu pula dibaptis; Baptisan itu mengandung pengertian bahwa Kristus
diangkat sebagai anak Allah.
KONTROVERSI
TRINITAS
Kontroversi
Trinitas, yang menimbulkan pertentangan pendapat antara Arius dan Athanasius
berakar pada masa lampau. Seperti diketahui bahwa para Bapak Gereja dulu, tidak
mempunyai konsepsi yang jelas tentang Trinitas. Sebagian di antara mereka
membenarkan Logos sebagai "akal nonmanusiawi" (impersonal reason),
yang menjadi manusiawi pada saat penciptaan, sementara yang lain memandang Dia
sebagai manusia yang ko-eternal dengan Bapak yang memiliki sifat esensi
kekekalan, dan sebagian lagi memandangnya sebagai suruhan (subordination) atau
kedudukannya di bawah Bapak Roh Kudus tidak mendapat tempat penting dalam
pembicaraan mereka. Mereka membicarakan Dia (Yesus Kristus) dalam kaitannya
dengan pekerjaan penebusan jiwa dan hidup manusia. Sebagian orang memandang Dia sebagai "yang tunduk"
bukan hanya kepada Bapak tetapi juga kepada Anak. Tertullian adalah orang
pertama yang secara gamblang menyatakan tri-personalitas Tuhan serta
mempertahankan pendapat tentang keesaan substansial ketiga person tersebut.
Namun dia
belum mampu menerangkan dengan jelas tentang doktrin Trinitas. Sementara
itu muncullah aliran Monarkianisme yang menekankan keesaan Tuhan dan sifat
ketuhanan Kristus, yang meliputi penyangkalan Trinitas (jadi Trinitas tidak
diartikan seperti yang terkandung dalam arti kata tersebut). Tertullian dan
Hippolytus memperjuangkan pandangan-pandangan mereka di Barat sementara Origen menentangnya
habis-habisan di Timur. Mereka membela kedudukan kaum trinitarian sebagaimana
diperlihatkan dalam keyakinan rasul (Kisah Rasul). Walaupun demikian, pandangan
Origen tentang Trinitas tidak seluruhnya memuaskan. Dia berkeyakinan kuat bahwa
baik Bapak maupun anak merupakan hipostases abadi (kekal) atau personal
subsistence di dalam Tuhan.
Sementara
dia adalah orang pertama yang menerangkan hubungan Bapak dengan anak dengan
menggunakan ide eternaI generation, dia menganggap hal ini meliputi subordinasi
orang kedua (second person) terhadap orang pertama (first person) dalam
kaitannya dengan esensi. Bapak berkomunikasi dengan anak dan anak adalah
sebagai spesies sekunder kekekalan, yang dinamakan Theos, tetapi bukan Ho
Theos. Bahkan anak kadang-kadang dipanggil sebagai Theos Deuteros. Ini
merupakan cacat paling radikal dalam doktrin Origen tentang Trinitas dan
memberikan batu loncatan bagi Arius. Cacat lain yang terdapat dalam pendapatnya
bahwa, penciptaan anak bukanlah perbuatan perlu (necessary act) dari Bapak
tetapi bersumber pada kehendak-Nya yang berdaulat. Akan tetapi dia tidak
melontarkan ide suksesi temporal. Dalam doktrinnya tentang Roh Kudus dia masih
mengesampingkan representasi Kitab Injil. Dia bukan nanya menempatkan Roh Kudus
sebagai "bawahan" terhadap anak, tetapi dia juga mengartikannya
sebagai ciptaan anak. Bahkan salah satu pernyataannya berimplikasi bahwa Dia
hanyalah sebagai suata ciptaan belaka.
a. Arius dan Arianisme
Perselisihan
pendapat terbesar di kalangan pemikir Trinitas adalah kontroversi pandangan
Arius, karena pandangan-pandangan "anti-trinitas" yang dilontarkan
Arius, seorang presbyter Alexandrux yang daya debatnya besar walaupun jiwanya
atau imannya diragukan. Ide dominan Arius adalah asas monoteistis aliran
Monarkianisme bahwa hanya ada satu Tuhan (tidak mempunyai anak). Ada yang tidak
mempunyai asal usul, tanpa keberadaan sebelumnya. Dia membedakan antara Logos
yang tetap ada di dalam Tuhan, yang merupakan kekuatan yang kekal dengan Anak
atau Logos yang pada akhirnya berinkarnasi. Anak atau Logos terakhir ini
diciptakan oleh Bapak yang dalam pandangan Arius berarti bahwa dia diciptakan.
Dia diciptakan sebelum alam semesta ini diciptakan, dan dengan alasan ini
berarti dia bukanlah esensi yang kekal. Dia hanyalah yang terbesar dan pertama
di antara ciptaan-ciptaan lainnya dan melalui dialah alam semesta ini
diciptakan. Karena itu dia dapat diganti, tetapi dia dipilih Tuhan demi
keselamatan umat manusia, dan dia dinamakan anak Tuhan. Dalam pengangkatannya
sebagai anak dialah yang disembah oleh manusia. Dalam mendukung
pandangan-pandangannya, Arius mencari; sejumlah ayat Alkitab yang
memperlihatkan anak berkedudukan di bawah atau inferior terhadap Bapak seperti
"Prov 8:22, Mateus 28:18, Markus 13:32, Lukas 18:19, Johannes 5:19;14:28,1
Korintus 15:28."
b. Bantahan terhadap Arianisme
Arius
mendapat bantahan pertama dari bishop Alexander yang meyakini sifat ketuhanan
yang sesungguhnya dimiliki anak dan dalam waktu yang sama mempertahankan
doktrin anak kekal yang diciptakan. Akan tetapi sesuai dengan perjalanan waktu,
penentangnya ternyata adalah uskup Alexandria sendiri, yakni Athanasius, yang
dalam sejarah dikenal sebagai tokoh kebenaran yang tegar, kukuh, dan tidak
pernah ragu-ragu, Seeberg mengemukakan tiga kekuatan atau kelebihan utama
Athanasius, yakni:
1) Keteguhan
dan keaslian atau kemurnian karakternya;
2)
Landasannya yang pasti di atas mana dia susun konsepsi tentang keesaan Tuhan;
3)
Kebijaksanaannya dalam menerangkan kepada umatnya agar mengakui hakikat dan
makna Kristus.
Dia
berpendapat bahwa memandang Kristus sebagai ciptaan sama dengan menyangkal
pandangan bahwa iman terhadap dia membawa keselamatan bagi umat manusia.
Dia sangat menekankan keesaan Tuhan dan mau mengakui doktrin Trinitas yang
tidak membahayakan konsep keesaan ini.
Sementara bapak dan anak sama-sama memiliki sifat atau esensi kekekalan yang
sama, sesungguhnya tidak ada pembagian atau pemisahan dalam The essential being
of God, dan adalah salah bila disebutkan Theos Deuteros. Tetapi di samping
menekankan keesaan Tuhan, dia juga mengakui adanya tiga hipostases dalam Tuhan.
Dia menolak untuk meyakini "Anak yang diciptakan sebelum yang lain
diciptakan" seperti yang dianut Arius dan mempertahankan eksistensi kekal
dan independen anak. Dalam waktu yang sama dia berpendapat bahwa ketiga
hipostases dalam Tuhan jangan dilihat sebagai hal yang sendiri-sendiri, karena
jika demikian, bisa bermuara kepada politeisme.
Menurut
dia, keesaan Tuhan maupun perbedaan-perbedaan dalam keberadaan-Nya paling tepat
dinyatakan dengan "keesaan esensi." Ini berarti bahwa anak mempunyai
substansi sama dengan substansi Bapak, tetapi juga berarti bahwa keduanya bisa
berbeda dalam aspek lain,
misalnya dalam personal subsistensinya. Seperti Origen, dia mengajarkan bahwa
anak adalah hasil penciptaan (begotten by generation), tetapi berbeda dari
Origen, dia menerangkannya penciptaan ini merupakan tindakan kerahasiaan Tuhan,
bukan sebagai tindakan yang semata-mata bergantung kepada kedaulatan Tuhan.
3.
Dewan Nicaea
Dewan Nicaea
dibentuk tahun 325 untuk memecahkan pertentangan pandangan ini. Persoalan atau
kontroversi ini diperjelas agar pembahasannya lebih mudah. Pengikut Arius
menolak pandangan tentang penciptaan eternal (penciptaan yang bebas dari
dimensi waktu), sementara Athanasius mempertahankannya. Pengikut Arius
mengatakan bahwa anak diciptakan dari tidak ada, sementara Athanasius
mengatakan bahwa dia diciptakan dari esensi Bapak. Pengikut Arius berpendapat
bahwa anak tidak sama substansinya dengan Bapak sementara Athanasius
berpendapat bahwa anak adalah homoousios dengan Bapak.
Di samping
kedua pihak yang bertentangan itu masih ada pihak tengah yang merupakan
mayoritas yang dipimpin oleh ahli sejarah gereja, yakni Eusebius dari Caesarea,
dan juga dikenal sebagai pihak Origenistik dan landasan pandangannya adalah
asas-asas yang dikemukakan Origen. Pihak ini condong kepada pihak Arius dan
menentang doktrin bahwa anak sama substansinya dengan Bapak (homoousios). Pihak
ini mengajukan suatu pernyataan yang telah diketengahkan Eusebius, yang
menyerahkan segala sesuatunya kepada pihak Alexander dan Athanasius dengan satu
pengecualian yakni doktrin di atas; dan menyatakan bahwa istilah homoousios
hendaknya diganti dengan homoiousios; jadi mereka mengajarkan bahwa anak sama
substansinya dengan Bapak. Setelah melalui perdebatan yang panjang akhirnya
pihak Athanasius berhasil memenangkannya. Dewan Nicaea akhirnya mengeluarkan
pernyataan:
“Kita percaya kepada Tuhan Yang Esa, Bapak
yang Mahabisa, Pencipta yang tampak maupun tidak tampak. Dan percaya pada satu
tuhan Yesus Kristus yang sama substansinya (homoousios) dengan Bapak dan
seterusnya. Ini merupakan pernyataan yang tegas, dimana esensi anak dinyatakan
identik dengan
esensi Bapak; sama tingginya dengan Bapak serta mengakui Kristus sebagai
autotheos”
a. Dampak negatif keputusan tersebut
Keputusan
yang dihasiIkan Dewan Nicaea tidak menyelesaikan kontroversi Trinitas, bahkan
ternyata merupakan awal dari kontroversi tersebut. Penyelesaian yang
diberlakukan Gereja dengan dukungan kerajaan tidaklah memuaskan dan juga
diragukan tidak akan bertahan lama. Hal ini berakibat penentuan keimanan orang
Kristen bergantung kepada pandangannya atau kekuasaan kerajaan dan bahkan
bergantung kepada intrik-intrik pengadilan. Athanasius sendiri, walaupun
memenangkan perdebatan, tidak puas dengan cara atau metode pemecahan masalah
kegerejaan atau kerohanian seperti itu. Dia cenderung berusaha meyakinkan para
penentangnya dengan kekuatan argumen-argumen yang diajukan karena dari
kenyataan di atas nyatalah bahwa pergantian kaisar atau raja, perubahan suasana,
bisa mengubah seluruh aspek kontroversi tersebut. Pihak yang dimenangkan
sekarang bisa menjadi pihak yang dikalahkan atau dipersalahkan di kemudian hari
oleh kerajaan. Dan inilah yang sering terjadi dalam sejarah selanjutnya.
b. Para penganut temporer semi-arianisme
dalam Gereja Timur
Figur
sentral terbesar dalam masalah kontroversi Trinitas pasca-Nicaea adalah
Athanasius. Dia merupakan tokoh terbesar pada zaman tersebut; dia seorang
cendekiawan yang pintar, karakternya teguh, dan teguh terhadap keyakinannya,
serta rela mati atau menderita demi kebenaran. Gereja semakin cenderung
menerima pandangan Arianisme, tetapi masih didominasi pandangan semi-arianisme,
dan penguasa (kerajaan) biasanya berpihak
kepada pandangan kaum mayoritas, sehingga akibatnya timbullah pernyataan atau
desas-desus Unus Athanasius contra orbem yang artinya "Satu Athanasius
melawan dunia." Lima kali hamba Tuhan ini mendapat hukuman pengasingan
serta mendapat perlakuan-perlakuan buruk, serta dikucilkan dari gereja.
Tantangan
terhadap Pernyataan Nicaea (Nicene Creed) berasal dari beberapa pihak yang
berbeda. Ujar Cunningham: "Para pengikut Arius yang lebih ekstrim mengatakan
bahwa anak adalah heteroousios, substansinya tidak sama dengan substansi Bapak;
yang lain menyatakan bahwa anak adalah anomoios, tidak seperti Bapak, dan sebagian lagi,
yang biasanya dinamakan semi-arianisme menyatakan bahwa: dia adalah
homoiousios, artinya substansinya mirip substansi Bapak; tetapi mereka semuanya
menolak fraseologi Nicaea karena mereka menentang doktrin Nicaea tentang
ketuhanan anak dan mereka melihat serta berkeyakinan bahwa fraseologi tersebut
secara akurat dan tegas menyatakan hal itu, walaupun mereka kadang-kadang
menambah-nambahkan keberatan lain terhadap pemakaian fraseologi tersebut (lihat
Historical Theology I halaman 290).
Aliran
semi-arianisme mendapat pengikut di daerah Timur wilayah Gereja. Akan tetapi,
daerah Barat mempunyai pandangan yang berbeda tentang masalah tersebut, dan
mereka setia kepada Dewan Nicaea. Hal ini terutama dapat kita lihat dari
kenyataan bahwa sementara Gereja Timur didominasi oleh pandangan Origen bahwa
anak lebih rendah daripada Bapak, Gereja Barat sebagian besar dipengaruhi oleh
pandangan Tertullian serta mengembangkan suatu jenis teologi yang lebih serasi
dengan pandangan-pandangan yarg diperjuangkan oleh Athanasius. Akan tetapi, di
samping itu persaingan atau rivalitas antara Roma dan Konstantinopel hendaknya
diperhitungkan juga. Pada waktu Athanasius diusir dari Timur, dia diterima
dengan tangan terbuka di Barat; dan Dewan Roma (341) dan Sardica (343) secara
tanpa syarat mengesahkan doktrin yang diperjuangkan oleh Athanasius.
Akan
tetapi, kehadirannya di Barat diperlemah serta dihambat oleh naiknya posisi
Marcellus dan Ancyra dalam tokoh-tokoh teologi Nicaea. Dia kembali meyakini
perbedaan antara eternal Logos dan impersonal Logos yang terdapat dalam hakikat
Tuhan, yang menyatakan diri di dalam bentuk kekuatan kekal (divine energy)
dalam pekerjaan penciptaan, dan Logos menjadi personal pada saat reinkarnasi;
menyangkal bahwa istilah generation (kelahiran) dapat diterapkan terhadap Logos
yang tidak ada sebelumnya (pre-existent Logosi) dan karena itu membatasi
penggunaan nama "Anak Tuhan" hanya kepada Logos yang berinkarnasi;
dan berkeyakinan bahwa pada akhir masa hidup inkarnasinya, Logos akan kembali
kepada hubungan premundanenya (premundane relation) dengan Bapak. Teorinya ini
jelas membenarkan tindakan para pengikut atau penganut paham Origenis atau
Eusebius dalam menghadapi pandangan sabellianisme, dan karena itu juga
merupakan faktor yang memperlebar perbedaan antara Barat (Roma) dengan Timur
(Konstantinopel).
Ada
berbagai usaha yang telah dilakukan untuk menyelesaikan perbedaan pendapat atau perselisihan tersebut. Berbagai Dewan
telah mengadakan persidangan di Antiokia; yaitu dewan-dewan yang mengakui
definisi-definisi yang dikeluarkan Dewan Nicaea, walaupun dengan dua
pengecualian penting. Mereka mengakui konsepsi homoiousios dan kelahiran anak
sebagai perbuatan kehendak Bapak. Hal ini, sudah tentu tidak memuaskan pihak
Barat. Sinode-sinode dan Dewan-dewan lain mengikut, di mana pengikut Eusebius
mencari pengakuan Barat akan deposisi Athanasius, dan membentuk mazhab-mazhab
lain sebagai perantara. Tetapi, semua usaha ini sia-sia sampai naiknya
Constantius sebagai kaisar tunggal dan dengan berbagai taktik cerdik dalam
menarik para bishop Barat ke garis Eusebius pada Sinode di Arles dan Milan (355).
c. Pembalikan pasang
Sekali
lagi terbukti bahwa kemenangan adalah hal yang berbahaya jika landasan
kemenangan itu adalah keburukan. Ternyata hal serupa merupakan sinyal atau pertanda
bagi kekacauan pihak anti-Nicene (penentang doktrin Nicaea). Unsur-unsur
heterogen yang membentuk pihak ini, dipersatukan oleh sikap menentang mereka
terhadap pihak Nicene (Nicaea). Tetapi, segera setelah tekanan-tekanan dari
luar mereda, kelemahannya; yakni tidak adanya kesatuan intern menjadi semakin
nyata dan
menonjol. Penganut paham Arianisme dan semi-arianisme mulai berselisih,
sementara kelompok terakhir ini sendiri tidak mampu bersatu. Pada Dewan Sirmium
(357) ada usaha untuk mempersatukan semua pihak dengan mengesampingkan
masalah-masalah penggunaan istilah-istilah tertentu seperti ousia, homoousios,
dan homoiousios, dengan menyatakannya sebagai di luar jangkauan pengetahuan
manusia. Tetapi perpecahan sudah terlanjur terjadi.
Para
penganut Arianisme sejati mulai memperlihatkan belangnya, dan mereka memaksa
penganut semi-arianisme yang paling konservatif ke dalam kamp Nicene.
Sementara itu muncullah suatu pihak baru di Nicene, yang terdiri atas
orang-orang yang merupakan murid Mazhab Origenis, tetapi cenderung
dikelompokkan sebagai pengikut Athanasius dan Nicene Creed (Pernyataan Nicaea)
karena mereka mempunyai interpretasi yang lebih sempurna tentang kebenaran.
Tokoh-tokohnya antara lain adalah Tiga Bersaudara yaitu: Cappadocians, Basil yang
Agung, Gregory dari Nyssa, dan Gregory dari Nazianzus. Mereka melihat sumber
kesalahpahaman di dalam pemakaian istilah hipostases; istilah ini dianggap
sinonim dengan ousia (esensi) maupun prosopon (person), dan karena itu mereka
membatasi penggunaan istilah ini hanya untuk arti personal subsistence dari
Bapak dan anak (personal subsistence of Father and Son). Tidak seperti
Athanasius yang mengambil titik tolak keesaan ousia abadi dari Tuhan (one
divine ousia of God), mereka mencari titik tolak dari ketiga hipostases
(person) dalam ada-kekal (divine being), dan mereka berusaha memasukkannya di
dalam konsepsi ousia kekal atau ousia abadi (divine ousia). Gregory
memperbandingkan hubungan ketiga person dalam Godhead dengan ada-kekal dengan
hubungan ketiga orang tersebut dan dengan humanitasnya. Dengan penekanan
mereka terhadap ketiga hipostases dalam ada-kekal nyatalah bahwa mereka
membebaskan doktrin Nicaea dari noda Sabellianisme di mata pengikut Eusebius,
dan bahwa personalitas Logos adalah cukup jelas. Bersamaan dengan itu
dipertegas dan dipertahankannya ide keesaan ketiga person tersebut di dalam
Godhead serta mengilustrasikan pengertian ini dengan berbagai cara.
d. Perselisihan tentang roh kudus
Hingga
kini, roh kudus belum banyak mendapat perhatian dan pembahasan, walaupun telah
muncul berbagai opini yang simpang-siur tentang subyek tersebut. Arius
berpendapat bahwa roh kudus adalah sesuatu yang pertama diciptakan oleh anak,
suatu pendapat yang dalam banyak hal sesuai dengan pandangan Origen. Athanasius
berpendapat bahwa esensi roh kudus sama dengan esensi Bapak tetapi pernyataan
Nicene hanya mengeluarkan satu pernyataan yang tidak pasti tentang hal ini,
"Dan (saya percaya) di dalam roh kudus." Kelompok Cappadocian
mengikuti atau menganut opini atau pandangan Athanasius dan dengan penuh
semangat mempertahankan opini yang menyatakan homoousios roh kudus. Hilary dari
Poitiers di Barat berpendapat bahwa roh kudus sebagai pencarian ke dalam Tuhan,
bukanlah sesuatu yang di luar esensi kekal (divine essence). Pendapat yang
berbeda dikemukakan oleh Macedonius, bishop Kota Konstantinopel, yang
menyatakan bahwa roh kudus adalah suatu ciptaan yang lebih rendah (subordinate)
daripada anak (tunduk terhadap anak), akan tetapi pendapat ini pada umumnya
dianggap heretik (berbau murtad), dan para pengikutnya digelari aliran
Pneumatokis (pneuma = spirit, machomai = ucapan iblis). Pada waktu Dewan Umum
Konstantinopel mengadakan pertemuan pada tahun 381, dewan ini mengumumkan bahwa
mereka mengakui pernyataan Nicaea, yang dipimpin Gregory dari Nazianzus
menerima perumusan berikut tentang roh kudus:
"Dan kami percaya di dalam roh
kudus, Tuhan Pemberi Kehidupan, yang berasal dari Bapak yang akan dimenangkan oleh Bapak
dan anak, dan yang berbicara melalui para nabi."
e. Penyempurnaan doktrin Trinitas
Pernyataan
Dewan Konstantinopel ternyata tidak lengkap dalam dua hal: pertama, istilah
homoousios tidak digunakan, sehingga konsubstansialitas roh dengan Bapak tidak
dipastikan secara langsung; kedua, hubungan roh kudus dengan kedua person lain
tidak didefinisikan. Pernyataan ini berimplikasi bahwa roh kudus berasal dari
Bapak, sementara tidak ada sangkalan maupun pembenaran bahwa dia (roh kudus)
juga berasal dari anak. Tidak ada kesepakatan pendapat tentang masalah ini.
Mengatakan bahwa roh kudus berasal dari Bapak saja, seakan-akan menyangkal
keesaan anak dengan Bapak; dan mengatakan roh kudus juga berasal dari anak,
bagaikan menempatkan roh kudus pada kedudukan yang lebih dependen daripada
kedudukan anak dan sekaligus merupakan sangkalan akan sifat ketuhanan roh kudus
itu sendiri. Athanasius, Basil dan Gregory dari Nyssa meyakini keberasalan roh
kudus dari Bapak tanpa menentang doktrin bahwa roh itu juga berasal dari anak.
Tetapi Epiphanius dan Marcellus dari Ancyra secara positif membenarkan doktrin
ini.
Ahli-ahli teologi Barat meyakini bahwa roh
kudus berasal dari Bapak dan anak; dan pada sinode di Toledo pada tahun 589,
filioque yang terkenal itu ditambahkan ke dalam lambang aliran Konstantinopel
(Constantinopolitan Symbol). Di Timur, perumusan akhir doktrin itu dibuat oleh
Johannes dari Damascus (John of Damascus). Menurut dia, hanya ada satu esensi
kekal (divine essence), tetapi ada tiga person atau hipostases. Ketiga
hipostases atau person ini dipandang sebagai realitas dalam ada-kekal (divine
being), tetapi satu sama lain berhubungan tidak seperti tiga orang. Mereka (ketiga
orang) tersebut adalah satu dalam segala hal, kecuali dalam cara penampakannya
(pola eksistensinya). Bapak dicirikan oleh non-generation, anak dicirikan oleh
generation dan roh kudus dicirikan oleh prosesi (procession). Hubungan
antarperson itu disebutkan sebagai satu mutual interprenetation
(circumincession).
Dengan
tidak menyangkal penolakannya atas pandangan subordinasionisme, Johannes dari
Damascus masih menyebutkan Bapak sebagai sumber Godhead, dan menggambarkan roh
kudus sebagai yang dianugerahkan Bapak melalui Logos. Ini masih tetap merupakan
subordinasionisme dalam tafsir Yunani. Gereja Timur tidak pernah memberlakukan
filioque Sinode Toledo. Inilah sumber perbedaan pandangan antara gereja Timur
dan Barat.
Konsepsi
Barat tentang Trinitas mencapai fase akhir di tangan Augustine melalui karya
besarnya yang berjudul De Trinitate. Dia juga menekankan atau menitikberatkan
keesaan esensi dan trinitas person tersebut. Masing-masing person tersebut
memiliki esensi keseluruhan dan sebegitu jauh identik dengan esensi person
lainnya. Mereka tidak seperti tiga manusia, karena masing-masing manusia hanya
memiliki sebagian dari sifat generik manusia. Lebih lanjut, satu person tidak,
dan tidak akan pernah terpisah dari person yang lain; hubungan kebergantungan di
antara ketiga person tersebut adalah hubungan mutual. Esensi kekal dimiliki
ketiga person itu dilihat
dari sudut yang berbeda; yakni sebagai yang menimbulkan, yang ditimbulkan, atau
yang diberi jiwa. Di antara
ketiga hipostases tersebut terjalin suatu hubungan interpenetrasi dan
saling-pendiaman mutual. Istilah person menurut Augustine tidak cocok untuk
menyatakan hubungan di mana ketiga person itu ada saling menempati; dia tetap
menggunakan istilah itu bukan untuk menggambarkan hubungan itu, tetapi untuk
tidak berdiam. Dalam konsepsi ini tentang Trinitas, roh kudus diakui sebagai
berasal (proceeding) bukan hanya dari Bapak, tetapi juga dari anak.
Diterjemahkan oleh:
Drs. H. Thoriq A. Hindun
Konsepsi
Barat tentang Trinitas mencapai fase akhir di tangan Augustine melalui karya
besarnya yang berjudul De Trinitate. Dia juga menekankan atau menitikberatkan
keesaan esensi dan trinitas person tersebut. Masing-masing person tersebut
memiliki esensi keseluruhan dan sebegitu jauh identik dengan esensi person
lainnya. Mereka tidak seperti tiga manusia, karena masing-masing manusia hanya
memiliki sebagian dari sifat generik manusia. Lebih lanjut, satu person tidak,
dan tidak akan pernah terpisah dari person yang lain; hubungan kebergantungan di
antara ketiga person tersebut adalah hubungan mutual. Esensi kekal dimiliki
ketiga person itu dilihat
dari sudut yang berbeda; yakni sebagai yang menimbulkan, yang ditimbulkan, atau
yang diberi jiwa. Di antara
ketiga hipostases tersebut terjalin suatu hubungan interpenetrasi dan
saling-pendiaman mutual. Istilah person menurut Augustine tidak cocok untuk
menyatakan hubungan di mana ketiga person itu ada saling menempati; dia tetap
menggunakan istilah itu bukan untuk menggambarkan hubungan itu, tetapi untuk
tidak berdiam. Dalam konsepsi ini tentang Trinitas, roh kudus diakui sebagai
berasal (proceeding) bukan hanya dari Bapak, tetapi juga dari anak.