Presiden RI Susilo Bambang Yudhoyono diantara prajurit TNI |
PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 7 TAHUN 2008
TENTANG
KEBIJAKAN UMUM PERTAHANAN NEGARA
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
Menimbang :
a. bahwa penyelenggaraan
pertahanan negara merupakan salah satu
fungsi pemerintahan negara yang
bertujuan untuk menjaga dan melindungi
kedaulatan negara, keutuhan wilayah
Negara Kesatuan Republik Indonesia, serta keselamatan segenap bangsa
dari segala bentuk ancaman;
b. bahwa berdasarkan ketentuan Pasal 13 Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2002 tentang pertahanan Negara, dalam pengelolaan sistem pertahanan negara, Presiden
menetapkan kebijakan
umum pertahanan negara yang menjadi acuan bagi perencanaan, penyelenggaraan, dan pengawasan sistem pertahanan negara;
c. bahwa berdasarkan pertimbangan
sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan b, perlu
menetapkan Peraturan Presiden tentang Kebijakan Umum Pertahanan Negara;
Mengingat:
1. Pasal 4 ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945;
2. Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2002 tentang Pertaha
nan Negara (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 3, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor
4169);
3. Undang-Undang
Nomor
17
Tahun
2007
tentang
Rencana
Pembangunan
Jangka
Panjang Nasional Tahun 2005-2025 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2007 Nomor 33, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4700);
4. Peraturan Presiden Nomor 7 Tahun 2005 tentang
Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional Tahun 2004-2009 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor
11);
MEMUTUSKAN:
Menetapkan:
PERATURAN PRESIDEN
TENTANG KEBIJAKAN UMUM PERTAHANAN NEGARA.
Pasal 1
(1) Menetapkan Kebijakan Umum Pertahanan Negara dalam rangka pengelolaan Sistem Pertahanan Negara.
(2) Kebijakan Umum Pertahanan Negara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menjadi
acuan bagi perencanaan, penyelenggaraan, dan pengawasan Sistem
Pertahanan Negara.
Pasal 2
Kebijakan
Umum
Pertahanan
Negara
sebagaimana
dimaksud
dalam
Pasal
1
adalah
sebagaimana terlampir dan merupakan
bagian
yang
tidak
terpisahkan
dari
Peraturan
Presiden ini.
Pasal 3
Peraturan Presiden ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.
Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 26 Januari 2008
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
ttd,
DR. H. SUSILO BAMBANG YUDHOYONO
LAMPIRAN
PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
NOMOR : 7 TAHUN 2008
TANGGAL : 26 JANUARI 2008
KEBIJAKAN UMUM
PERTAHANAN NEGARA
PENDAHULUAN
1. Umum.
Pertahanan negara sebagai
salah satu
fungsi pemerintahan
negara merupakan usaha untuk
menjamin keutuhan
dan tetap
tegaknya Negara
Kesatuan Republik
Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945. Pada
hakekatnya pertahanan negara Republik Indonesia adalah segala upaya
pertahanan bersifat semesta yang penyelenggaraannya didasarkan pada kesadaran
atas hak dan kewajiban warga negara serta keyakinan pada kekuatan sendiri.
Indonesia merupakan
negara kepulauan
yang terdiri
lebih dari
17.000
pulau adalah
negara kepulauan terbesar dengan wilayah
yurisdiksi laut sangat luas serta
penduduk yang sangat beragam.
Ancaman yang dihadapi Indonesia dapat berupa ancaman militer maupun
ancaman non militer, sehingga kekuatan
pertahanan diperlukan untuk menghadapi kedua jenis ancaman tersebut
sesuai dengan ketentuan perundang-undangan.
Guna menghadapi
ancaman yang mungkin timbul, sangat diperlukan
penyelenggaraan pertahanan negara yang handal serta yang mempunyai daya tangkal
yang tinggi. Oleh
karenanya
diperlukan pembangunan kekuatan dan kemampuan
secara terus menerus
dan berkesinambungan. Sementara itu, kemampuan
secara terus menerus dan berkesinambungan. Sementara itu, kemampuan dukungan anggaran
masih sangat
terbatas, sehingga perlu
disusun berbagai
kebijakan agar
penyelenggaraan pertahanan negara dapat dilaksanakan secara efektif dan efisien.
2. Maksud
dan Tujuan.
Kebijakan Umum Pertahanan Negara merupakan kebijakan Presiden Republik
Indonesia tentang Pertahanan Negara Republik Indonesia, untuk digunakan sebagai pedoman dalam pelaksanaan pengelolaan pertahanan Negara Republik Indonesia.
3. Ruang Lingkup dan Sistematika.
Lingkup Kebijakan Umum Pertahanan Negara ini mencakup latar belakang dan pokok-pokok pikiran sampai dengan implementasinya
dalam bentuk berbagai kebijakan, yang disusun dalam sistematika penulisan sebagai berikut:
a.
Pendahuluan
b. Landasan Pertahanan Negara
c. Kebijakan Pertahanan Negara
d. Penutup
LANDASAN
PERTAHANAN NEGARA
4. Kepentingan
Nasional Indonesia.
Bangsa Indonesia
dalam
wadah
Negara
Kesatuan
Republik
Indonesia
yang
berdaulat mempunyai cita-cita Nasional
dan tujuan nasional sebagaimana
tertera
dalam Pembukaan UUD 1945.
Tujuan
Nasional
disebut
sebagai
Kepentingan
Nasional yang abadi. Dalam perjalanan sejarahnya, dari waktu ke waktu ditengah-
tengah perkembangan lingkungan strategik, baik pada lingkup nasional, regional,
maupun global,
Indonesia senantiasa memiliki kepentingan nasional yang bersifat
dinamis mencakup
keamanan nasional, ekonomi nasional dan kesejahteraan nasional.
Dalam kurun waktu 2004-2009, kepentingan nasional
Indonesia dinyatakan sebagai Visi dan Misi Pembangunan Nasional Jangka Menengah, yakni Indonesia yang Aman
dan Damai; Indonesia yang Adil
dan Demokratis; dan Indonesia yang Sejahtera. Kepentingan nasional tersebut terdiri dari 3 (tiga) strata, yaitu:
a. Mutlak, kelangsungan Negara Kesatuan Republik
Indonesia, berupa integritas teritorial, kedaulatan nasional, dan keselamatan bangsa Indonesia.
b. Penting, berupa demokrasi
politik dan ekonomi, keserasian hubung`n antar suku, agama,
ras, dan golongan (SARA), Penghormatan
terhadap Hak Asasi Manusia, dan Pembangunan yang Berwawasan Lingkungan Hidup.
c. Pendukung, berupa perdamaian dunia dan keterlibatan Indonesia secara meluas
dalam upaya mewujudkannya.
5. Keamanan Nasional Indonesia.
Keamanan Nasional Indonesia
pada hakekatnya
adalah suatu
rasa aman
dan damai dari bangsa Indonesia dalam Wada
Negara Kesatuan Republik Indonesia. Kepentingan keamanan nasional Indonesia
merupakan kepentingan terhadap keberhasilan
segala daya dan upaya untuk
menjaga dan memelihara rasa aman
dan damai bangsa Indonesia yang cakupannya
meliputi pertahanan negara, keamanan negara, keamanan publik dan
keamanan individu. Oleh karenanya, guna menjamin terwujudnya kepentingan
nasional diperlukan
kebijakan dan strategi nasional
yang terpadu, antara kebijakan dan strategi keamanan nasional, kebijakan
dan strategi ekonomi nasional, serta kebijakan dan strategi
kesejahteraan nasional. Kebijakan dan strategi
keamanan nasional itu sendiri merupakan kebulatan kebijakan dan strategi di bidang
politik luar negeri, politik dalam negeri, pertahanan negara, keamanan negara,
keamanan publik, dan keamanan individu.
Oleh karenanya implementasi kebijakan dan strategi pertahanan negara sebagai
bagian integral dari kebijakan keamanan
nasional memerlukan peran serta
aktif departemen/instansi lain
yang menangani ekonomi nasional
dan kesejahteraan nasional.
6. Sistem Pertahanan dan Keamanan Rakyat Semesta.
Dalam rangka menjaga,
melindungi, dan
memelihara keamanan nasional, berdasarkan UUD
1945 Pasal 30
upaya pertahanan dan keamanan
negara dilaksanakan melalui sistem pertahanan dan keamanan rakyat semesta (Sishankamrata) dengan Tentara Nasional Indonesia
dan Kepolisian
Negara Republik Indonesia
sebagai kekuatan utama, dan rakyat sebagai kekuatan pendukung. Sishankamrata adalah doktrin dan sekaligus
strategi pertahanan negara yang menggunakan segenap kekuatan dan kemampuan
komponen militer dan non militer
secara menyeluruh dan terpadu. Sishankamrata adalah juga
strategi penangkalan yang bersifat kerakyatan, kewilayahan, dan kesemestaan.
Dalam rangka menjamin kepentingan keamanan nasional,
Sishankamrata melibatkan segenap pemegang peran secara komprehensif guna terwujudnya
pertahan`n negara, keamanan
negara, keamanan publik, dan keamanan individu.
7. Geopolitik dan Geostrategi Indonesia.
Konstelasi geografis Indonesia yang berbentuk
negara kepulauan beserta masyarakatnya yang sangat beragam;
keberadaan Indonesia di posisi silang antara dua benua
dan dua samudera; serta kekayaan
sumber daya alam yang dimiliki
Indonesia, merupakan faktor-faktor yang
sangat mempengaruhi dinamika politik, ekonomi, dan keamanan nasional Indonesia.
Menyadari hal itu, maka Indonesia
menyusun dan mengembangkan
pandangan geopolitik wawasan nusantara (Archipelagic Outlook) dan
implementasinya berupa geostrategi
ketahanan nasional (National Resilience). Pandangan
tersebut secara bertahap terus dikembangkan ke dalam
konteks yang lebih luas berupa wawasan regional dan ketahanan regional. Karakteristik geografi
dan demografi Indonesia mengisyaratkan bahwa wawasan nusantara
dan ketahanan juga harus terus
ditumbuhkembangkan kedalam. Oleh
karenanya terus diupayakan peningkatan pemahaman dan implementasi
wawasan nusantara dan ketahanan
nasional di daerah, terutama di wilayah perbatasan dan wilayah terpencil termasuk pulau-pulau
terluar.
KEBIJAKAN PERTAHANAN NEGARA
8. Doktrin dan Strategi
Pertahanan.
Doktrin Pertahanan dan Strategi Pertahanan disusun untuk mensinergikan kinerja komponen Militer dan Nir Militer dalam rangka menjaga, melindungi dan
memelihara kepentingan nasional Indonesia. Doktrin pertahanan merupakan
keterpaduan komponen
militer dan Nir
Militer bersifat
Dwiwarna
Nusantara.
Doktrin Militer bersifat Trimatra Nusantara (AD, AL, AU) sedangkan Doktrin Nir
Militer bersifat
Dwidarma Nusantara
dari komponen
cadangan dan
komponen pendukung. Berdasarkan faktor- faktor yang mempengaruhi ditingkat global, regional,
dan nasional disusun strategi pertahanan
Negara Kesatuan
Republik Indonesia berupa strategi
Penangkalan yaitu:
a. Pertahanan multilapis dengan pusat gravitasi dukungan rakyat atas peran TNI
sebagai kekuatan utama yang menentukan di darat, di laut dan di udara.
b. Merupakan pertahanan total
secara
terpadu antara komponen Militer dan Nir Militer
untuk menghadapi setiap bentuk ancaman.
c.  : Di tingkat
nasional berupa
jaringan terpadu
Ketahanan Nasional di
daerah termasuk di wilayah
perbatasan dan daerah
terpencil didasari semangat
bela negara.
d. Di tingkat
regional berupa jaringan
kerjasama antara negara-negara Association
of
South East Asia Nations (ASEAN) dengan menggunakan komponen Militer
dan Nir-Militer
(ekonomi,
budaya,
identitas)
secara
terpadu
dalam
rangka
menjaga, melindungi dan memelihara kepentingan
Nsional Indonesia.
9. Kebijakan Pembangunan Kekuatan Pertahanan.
Pembangunan kekuatan
Pertahanan mencakup pembangunan
kemampuan nasional di bidang
pertahanan pada tingkat
Kebijakan maupun tingkat
Operasional.
Pada tingkat Kebijakan
berupa peningkatan kemampuan
birokrasi pemerintah (Departemen Pertahanan dan Departemen/Instansi lain yang terkait) dalam
merumuskan keputusan
politik yang terkait dengan pengelolaan Pertahanan Negara.
Sedangkan pada
tingkat Operasional
berupa pembangunan kekuatan Komponen
Pertahanan, yang terdiri dari Komponen Utama/Tentara Nasional Indonesia (TNI),
Komponen Cadangan, dan
Komponen Pendukung.
Pembangunan Komponen Pertahanan diprioritaskan pada
pembangunan Komponen Utama, sedangkan penyiapan
Komponen Cadangan dan
Komponen Pendukung dilaksanakan secara bertahap sesuai kemampuan
sumber daya yang tersedia. Pelaksanaannya memanfaatkan sebesar-besarnya kemampuan sumber daya nasional
secara terpadu sebagai salah satu wujud Sishankamrata. Untuk itu perlu segera dilakukan langkah- langkah
untuk mempercepat
terwujudnya kemandirian Industri
Pertahanan.
Pembangunan Komponen Utama didasarkan pada konsep Pertahanan Berbasis
Kemampuan (Capability-based
defence) tanpa
mengesampingkan kemungkinan
ancaman yang dihadapi
serta tahap
mempertimbangkan
kecenderungan
perkembangan lingkungan strategik. Pelaksanaannya diarahkan kepada tercapainya
kekuatan pokok minimum (Minimum Essential Force), yakni
tingkat kekuatan yang mampu menjamin kepentingan strategis
pertahanan yang mendesak,
Pengadaan Alat Utama Sistem
Senjata (Alutsista) dan peralatan lain diprioritaskan untuk menambah
kekuatan pokok minimal
dan/atau mengganti Alutsista/alat peralatan
yang sudah tidak layak
pakai. Penambahan kekuatan dilaksanakan hanya atas kebutuhan yang mendesak dan
benar-benar diperlukan. Mengingat keterbatasan
kemampuan anggaran pemerintah serta tantangan yang dihadapi, maka secara tri- matra
terpadu
pembangunan TNI Angkatan
Darat diarahkan pada
tercapainya pemantapan kekuatan,
sedangkan TNI Angkatan Laut dan TNI Angkatan Udara diarahkan
pada
modernisasi dan pengembangan.
Pembangunan komponen cadangan
memerlukan dukungan dana yang besar serta infrastruktur yang memadai. Disamping itu juga diperlukan landasan hukum yang jelas, karena
menyangkut hak dan
kewajiban
seluruh
warganegara
dalam
upaya
pertahanan. Oleh karenanya pembangunan komponen cadangan dilaksanakan secara bertahap sesuai
kemampuan sumber daya yang tersedia,
dengan terlebih dahulu menyusun Undang-Undang Komponen
Cadangan sebagai landasan hukum pembentukan
dan penggunaannya. Sedangkan pembangunan Komponen Pendukung adalah pembangunan
setiap aspek kehidupan nasional yang
dilaksanakan oleh departemen/instansi masing- masing yang
hasilnya diarahkan
untuk kepentingan
pertahanan.
10. Kebijakan Pengerahan
dan Penggunaan Kekuatan
Pertahanan.
Pengerahan dan penggunaan kekuatan pertahanan didasarkan pada
doktrin dan strategi Sishankamrata yang dilaksanakan berdasarkan pertimbangan
ancaman yang dihadapi Indonesia. Agar pengerahan dan penggunaan kekuatan pertahanan
dapat terlaksana secara efektif dan
efisien, diupayakan keterpaduan yang sinergis antara unsur militer dengan unsur
militer lainnya, maupun antara kekuatan
militer dengan kekuatan nir militer. Keterpaduan
antara unsur militer diwujudkan dalam keterpaduan Tri-Matra, yakni keterpaduan antar kekuatan darat, kekuatan laut, dan kekuatan
udara. Sedangkan keterpaduan antara kekuatan militer
dan kekuatan nir militer
diwujudkan dalam keterpaduan antar komponen
utama, komponen cadangan, dan komponen
pend ukung. Keterpaduan
tersebut diperlukan
dalam pengerahan
dan penggunaan kekuatan
pertahanan, baik dalam
rangka menghadapi ancaman tradisional maupun ancaman non-tradisional.
Berdasarkan analisa lingkungan strategik, maka ancaman militer dari negara lain (ancaman tradisional) yang berupa invasi,
adalah kecil kemungkinannya. Namun demikian, kemungkinan ancaman tersebut tidak
dapat diabaikan dan harus tetap dipertimbangkan. Ancaman tradisional yang lebih mungkin adalah konflik terbatas
yang berkaitan dengan pelanggaran
wilayah
dan
atau
menyangkut masalah perbatasan. Komponen Utama disiapkan
untuk melaksanakan Operasi Militer untuk
Perang (OMP). Penggunaan komponen cadangan
dilaksanakan sebagai pengganda kekuatan komponen
utama bila diperlukan, melalui proses
mobilisasi/demobilisasi. Kendatipun
kekuatan pertahanan siap dikerahkan untuk melaksanakan OMP, namun setiap bentuk
perselisihan dengan negara lain selalu diupayakan penyelesaiannya melalui jalan
damai. Penggunaan kekuatan pertahanan untuk tujuan perang hanya dilaksanakan sebagai jalan terakhir apabila cara-cara damai tidak berhasil.
Ancaman non-tradisional adalah
ancaman yang dilakukan oleh aktor non-negara terhadap keutuhan wilayah,
kedaulatan negara, dan keselamatan bangsa Indonesia. Ancaman non-tradisiona l merupakan ancaman
faktual yang saat ini dihadapi
oleh Indonesia. Termasuk didalam
ancaman ini adalah gerakan separatis
bersenjata, terorisme internasional maupun domestik, aksi radikal,
pencurian sumber daya alam, penyelundupan, kejahatan lintas negara, dan berbagai bentuk aksi ilegal lain yang berskala
besar. Oleh karenanya kekuatan pertahanan, terutama TNI, juga disiapkan untuk
melaksanakan Operasi Militer Selain Perang (OMSP) guna menghadapi ancaman non-tradisional.
Pengerahan kekuatan TNI untuk OMSP dilaksanakan
berdasarkan keputusan politik
pemerintah.
Struktur organisasi TNI dirancang
sebagai
organisasi
yang
kokoh,
memiliki
mobilitas tinggi, serta memiliki kemampuan
personil dan peralatan lengkap untuk
mengatasi kondisi darurat.
Dengan karakteristik
seperti itu,
maka TNI
disiapkan untuk mampu membantu tugas-tugas
negara untuk melaksanakan tindakan tanggap darurat dalam menghadapi akibat
bencana alam. Disamping itu, TNI juga dapat dikerahkan untuk membantu pelaksanaan tugas-tugas negara lainnya, seperti mengatasi
wabah penyakit, mengatasi huru-hara, menjaga
ketertiban masyarakat, dan sebagainya. Tugas-tugas tersebut adalah bagian dari OMSP.
11. Kebijakan Penganggaran.
Keterbatasan kemampuan pemerintah dalam mengalokasikan anggaran
pertahanan merupakan
hambatan yang sangat signifikan bagi upaya pembangunan kekuatan maupun pengerahan dan penggunaan kekuatan pertahanan.
Padahal, penentuan alokasi anggaran tidak cukup hanya berdasarkan kondisi ekonomi
nasional, tetapi juga harus didasarkan
pada rasio kebutuhan
pertahanan yang mampu menjamin stabilitas keamanan. Oleh karenanya
pengalokasian anggaran dilaksanakan
berdasarkan skala prioritas secara ketat. Ke depan,
diharapkan alokasi anggaran pertahanan dapat
ditingkatkan secara bertahap,
sekurang-kurangnya sampai dapat tercapai
kekuatan pertahanan pada tingkat kekuatan pokok minimum.
12. Kebijakan Kerjasama Internasional.
Kerjasama internasional dibidang pertahanan merupakan bagian dari
kebijakan politik luar negeri, sehingga tidak akan mengarah atau suatu Pakta Pertahanan.
Kerjasama internasional dibidang
pertahanan dilaksanakan baik dalam rangka
pembangunan kekuatan
maupun pengerahan dan penggunaan kekuatan.
Kendatipun demikian untuk memenuhi kebutuhan pembangunan kekuatan,
penggunaan produk dalam negeri
merupakan prioritas. Sedangkan
pengerahan dan penggunaan kekuatan
dalam kerjasama internasional
dilaksanakan sebagai bagian dari
upaya membangun kepercayaan
serta diplomasi, dan untuk memecahkan
masalah keamanan yang perlu untuk
ditangani secara bersama. Dalam rangka ikut serta secara aktif mewujudkan perdamaian dunia, pengiriman
pasukan perdamaian dilaksanakan hanya atas permintaan
dan mandat dari Persatuan Bangsa-Bangsa.
13. Kebijakan Pengelolaan Sumber Daya Nasional.
Dalam rangka pengelolaan sumber daya nasional
untuk kepentingan Pertahanan
Negara, Departemen Pertahanan berperan sebagai penjuru melibatkan departemen/instansi lain terkait
sesuai bidang tugas masing- masing. Dalam kaitan itu setiap
departemen/instansi wajib
mempunyai program
untuk
menjaga dan menciptakan kondisi ketahanan nasional dalam
rangka pertahanan negara. Kerjasama Ilmu Pengetahuan dan Teknologi antara Departemen Pertahanan dengan lembaga- lembaga
lain dilaksanakan dalam rangka meningkatkan
kualitas sumber daya manusia dibidang pertahanan, mendorong terwujudnya kemandirian industri pertahanan, serta memberi ruang bagi
sektor lain untuk berperanserta dalam pengelolaan pertahanan negara.
14. Kebijakan Pengembangan Postur Pertahanan.
Pengembangan postur pertahanan dilatarbelakangi ko ndisi
lingkungan strategis dan
kemampuan dukungan anggaran pertahanan, serta kebutuhan mendesak untuk
menghadapi ancaman keamanan nasional.
Untuk
mewujudkan
postur pertahanan yang memiliki kapabilitas
memadai, diperlukan adanya skala prioritas
pada rencana pengembangan yang mencakup Pengembangan Alat Utama Sistem Senjata,
Penataan Ruang Kawasan Pertahanan,
Pembangunan Pertahanan Sipil, dan Penataan Struktur Organisasi.
15. Kebijakan Pengawasan.
Guna menjamin akuntabilitas pelaksanaan fungsi
pertahanan, diperlukan
pengawasan eksekutif maupun
legislatif terhadap penyelenggaraan pertahanan negara.
16. PENUTUP
Kebijakan Umum Pertahanan
Negara Presiden Republik Indonesia ini ditetapkan
untuk dijadikan pedoman bagi Menteri Pertahanan selaku pemegang wewenang dan tanggungjawab penyelenggaraan pertahanan
negara, dan pimpinan departemen/ instansi lain
yang
terkait
sesuai
wewenang
dan
tanggungjawab
masing- masing dibidang pertahanan.
PRESIDEN REPUBLIK
INDONESIA,
ttd
DR. H. SUSILO BAMBANG YUDHOYONO